Bogoronline.com – Traveller – Istana Bogor terletak di pusat kota Bogor, di atas tanah berkultur datar, seluas sekitar 28.86 hektar, di ketinggian 290 meter dari permukaan laut, beriklim sedang dengan hawa yang sejuk. Istana Bogor dizaman kolonial menjadi salah satu tempat favorit Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk beristirahat dari penat dan panasnya kota Batavia.
Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia sejak Januari 1950. Setelah kemerdekaan fungsi istana Bogor berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Presiden Soekarno terkenal sebagai penggila seni, karena itu Istana Bogor dipenuhi dengan berbagai karya seni bernilai tinggi. Berbagai karya seni seperti patung Presiden Yugoslavia, Josef Broz Tito, patung Sarinah karya Trubus, dan patung kepala Sang Budha dari Myanmar tampak menghiasi sisi ruang perpustakaan. Sementara di ruang kerja Bung Karno terdapat lukisan upacara perkawinan Rusia karya Makowski, lukisan flamboyan karya Addolf, patung Jatayu Merah, patung Wayang dari uang kepeng, keramik Thailand, dan keramik hadiah Perdana Menteri Uni Sovyet, Nikita Khruschev
Gagasan pembangunan Istana Bogor diawali dari perjalanan Gubernur Jenderal van Imhoff untuk mencari lokasi untuk peristirahatan pada 10 Agustus 1744. Van Imhoff lalu menemukan sebuah tempat yang baik dan berudara sejuk di Kampong Baroe. Terkesan dengan lokasi tersebut pada tahun 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff memerintahkan pembangunan sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buiten zorg (artinya “bebas masalah/kesulitan”).
Gunernur Jendral Imhoff membuat sendiri sketsa Buiten zorg dengan meniru arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Namun hingga jabatannnya sebagai Gubernur Jenderal berakhir, bangunan tersebut belum kunjung selesai. Penyelesaian bangunan Istana Bogor baru selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861) dengan banyak perubahan dari desain awal penggagasnya.
Sepeninggal Van Imhoff Buiten zorg mengalami rusak berat pada masa pemberontakan Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang terjadi pada tahun 1750-1754. Pasukan Banten yang menyerang Kampong Baroe telah membakarnya. Pemberontakan Kesultanan Banten berhasil digagalkan dan Banten ditaklukan sebagai rampasan Kompeni.
Pengganti van Imhoff, Gubernur Jendral Yacob Mossel, membangun kembali dengan tetap mempertahankan bentuknya yang semula, sebab seorang anggota Dewan Hindia memberi nasehat agar bentuknya jangan diubah mengingat bangunan Buitenzorg adalah replika dari istana Blenheim.
Pergantian para Gubernur Jenderal mengakibatkan berbagai perombakan menimpa pesanggrahan impian Van Imhoff. Pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811) gedung Buiten zorg diperluas dengan memperlebar bagian kiri dan kanan. Gedung induk dijadikan dua tingkat. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826) dengan mendirikan menara di tengah-tengah gedung induk. Sementara lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya.
Gagasan Kebun Raya muncul dari Prof. Caspar George Carl Reinwardt, yang pada tahun 1816 diangkat menjadi Direktur Pertanian, Seni, dan Pendidikan untuk Pulau Jawa.
Reinwardt langsung memulai riset dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan dan mulai menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Ia mengumpulkan semua tanaman di sebuah kebun botani di sekitar halaman Istana Bogor yang sebelumnya didiami oleh Letnan-Gubernur Thomas Stamford Raffles bersama isterinya Olivia Mariamne Raffles selama masa peralihan dari Pemerintah Inggris ke Kerajaan Belanda di Pulau Jawa (1811-1816). Melalui bantuan seorang ahli botani William Kent, lahan yang awalnya merupakan halaman Istana Bogor dikembangkan menjadi sebuah kebun yang cantik. Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya yang sekarang.
Pada 15 April 1817 Reinwardt mencetuskan gagasan untuk mendirikan kebun botani kepada Gubernur Jenderal G.A.G.P. Baron van der Capellen. Pada 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal G.A.G.P. van der Capellen secara resmi mendirikan sebuah Kebun Raya di Kota Bogor, yang saat itu disebut dengan nama ’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul sebagai pertanda pembangunan Kebun Raya. Dalam pelaksanaan pembangunan Kebun Raya dipimpin oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent kurator Kebun Botani Kew yang terkenal di Richmond, Inggris.
Reinwardt yang menjadi pengarah pertama Kebun Raya Bogor (1817-1822) lalu mulai mengumpulkan tanaman dan benih dari bagian lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut. Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
Pada 1949 setelah Indonesia merdeka ‘s Lands Plantentiun te Buitenzorg berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) untuk pertama kalinya dikelola dan dipimpin oleh bangsa Indonesia, Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada 1956 untuk pertama kalinya pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kassan menggantikan J. Douglas.
Bangunan di Buiten zorg mengalami rusak parah ketika gempa bumi terjadi pada 10 Oktober 1834. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856). Bangunan lama yang terkena gempa dirubuhkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan gaya arsitektur Eropa Abad IX. Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan gedung sayap kanan serta sayap kiri.
Tahap akhir penyelesaian bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Sembilan tahun kemudian, pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer yang harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang. Sebanyak 44 gubernur Jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor ini.
Pada akhir Perang Dunia II, ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya, sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) sempat menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pengambilalihan selesai ketika tentara Ghurka datang menyerbu dan memaksa para pemuda keluar dari istana.
Sebagai tindak lanjut pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia, Buitenzorg diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949 dan namanya diubah menjadi Istana Kepresidenan Bogor.
Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia sejak Januari 1950. Setelah kemerdekaan fungsi istana Bogor berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Pada 1952 bagian depan Gedung Induk mendapat tambahan bangunan berupa sepuluh pilar penopang bergaya Ionia yang menyatu dengan serambi muka yang tertopang enam pilar dengan gaya arsitektur yang sama. Sementara anak tangga yang semula berbentuk setengah lingkaran diubah bentuknya menjadi lurus. Jembatan kayu lengkung yang menghubungkan Gedung Utama dan gedung sayap kiri dan sayap kanan diubah menjadi koridor.
Presiden Soekarno adalah Presiden yang paling sering menetap di Istana Bogor. Selama tiga hari dalam sepekan Presiden Sukarno menghabiskan waktu di Istana Bogor. Bahkan ibu Fatmawati beserta lima anak mereka pernah tinggal di Istana Bogor antara 1952 hingga 1957. Bung Karno menggunakan ruang Teratai dalam gedung induk untuk menerima tamu-tamu negara. Disebut ruang teratai karena di ruangan ini terdapat lukisan Bunga Teratai karya Dezentje dan lukisan tujuh bidadari.
Di Istana Bogor disisi kiri Ruang Garuda terdapat ruang perpustakaan, ruang kerja, dan ruang makan besar. Bung Karno banyak menghabiskan waktu luangnya dengan membaca. Sekitar 4.500 buku koleksi pribadi BK masih tersimpan rapi di raknya sampai sekarang.
Presiden Soekarno terkenal sebagai penggila seni, karena itu Istana Bogor dipenuhi dengan berbagai karya seni bernilai tinggi. Berbagai karya seni seperti patung Presiden Yugoslavia, Josef Broz Tito, patung Sarinah karya Trubus, dan patung kepala Sang Budha dari Myanmar tampak menghiasi sisi ruang perpustakaan. Sementara di ruang kerja Bung Karno terdapat lukisan upacara perkawinan Rusia karya Makowski, lukisan flamboyan karya Addolf, patung Jatayu Merah, patung Wayang dari uang kepeng, keramik Thailand, dan keramik hadiah Perdana Menteri Uni Sovyet, Nikita Khruschev.
Hingga kini lukisan yang terdapat di istana Bogor berjumlah 448 buah dan koleksi patung sebanyak 216 buah. Istana Bogor juga mengoleksi keramik sebanyak 196 buah. Semua karya seni bernilai tinggi tersebut kini tersimpan di museum istana Bogor.
Diruang kerja Istana Bogor, Soekarno dengan disaksikan tiga jenderal TNI Angkatan Darat (M. Yusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rahmat), menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret pada 1965. Setelah peristiwa itu Presiden Soekarno harus menyerahkan kursi kepresidenan kepada Presiden Soeharto. Sekarno dan keluarga meninggalkan Istana Bogor pada Maret 1967 lalu pindah ke Hing Puri Bima Sakti atau Istana Batutulis di Bogor.
Taveller : Aldi Supriyadi
Sumber : Setneg RI