BOGORONLINE.com – Direktur Utama Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor, Rino Indira Gusniawan menghadiri Dialog Kebangsaan dengan tema Manifestasi Pendidikan Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Menuju Indonesia Emas 2045, yang diadakan Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Dalam kegiatan yang diadakan oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UIKA, hadir pula Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Kepala Disnaker Kota Bogor Elia Buntang, Anggota DPRD Kota Bogor Heri Cahyono, mantan Staf Ahli Kemenpora Jonni Mardizal dan Kepala LBH (Lembaga Bantuan Hukum) UIKA,Ibrahim Fadjri.
Saat menjadi pembicara, Dedie A Rachim mengatakan, peningkatan mutu kualitas dan kuantitas pendidikan kata Dedie, merupakan hal yang penting dalam pembangunan sumber daya manusia generasi emas.
Dengan pendidikan, kata Dedie, setiap individu mampu berkembang serta memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan serta taraf hidup keluarga.
Selain pendidikan, yang tak kalah penting dalam mempersiapkan generasi emas adalah kepedulian para penerus bangsa dalam hal memperbaiki dan melestarikan lingkungan hidup, serta pembaharuan sumber energi untuk menjaga bumi dari pemanasan global dan pencemaran lingkungan.
“Saat ini tentu kita menghadapi cuaca ekstrem, tanah longsor, penurunan tanah, air laut naik, itu karena saat ini kita masih menggunakan energi fosil sebagai bahan bakar,” katanya.
Bahkan kata Dedie, para peneliti sudah mengingatkan agar tidak ada kenaikan suhu bumi sebesar 2 derajat celcius untuk mencegah semakin tipisnya lapisan ozon.
Untuk itu, Dedie mengajak para mahasiswa yang akan menjadi pemimpin di masa depan untuk juga peduli terhadap isu lingkungan dan sumber daya energi.
Sementara, Direktur Utama Tirta Pakuan Kota Bogor, Rino Indira Gusniawan mengungkapkan, mencari pekerjaan itu sulit, itu yang pernah dirasakannya pasca lulus kuliah.
Sebagai contoh, sabung Rino, di Perumda Tirta Pakuan yang saat ini dipimpinnya juga memiliki problem yang sama.
“Kita mencari pekerja yang sesuai dengan keinginan kita itu sangat sulit. Kalau yang mau bekerja itu banyak. Tapi kita cari yang sesuai dengan kemampuan, itu adalah poin yang sangat sulitnya,” ungkap Rino.
Rino memberi contoh lain, di perusahaannya memerlukan dua posisi untuk customer service. Dengan kebutuhan dua posisi, maka yang mengirimkan lamaran ada 300 orang.
“Jadi kalau dilihat disitu ternyata pendidikan ijazah itu tidak menjadi tolak ukur standar kita. Karena kompetensi yang sebenarnya kita cari. Nah, kami dari Tirta Pakuan melakukan hal itu, kami melihat ijazah itu bagian dari pola pikir. Tetapi mereka personal harus menguasai kompetensi yang sesuai dengan SKKNI. Itu yang lebih penting. Mungkin nanti perguruan tinggi harus memiliki kurikulum yang ramah kompetensi tersebut,” tandasnya.