Melawan Kegelapan: Mencari Jalan Perubahan di Tengah Ketidakpastian

Headline, Sosok293 views

Oleh : Yayat Supriyatna 

Praktisi Pendidikan di Bogor 

Ketika Bunda Teresa mengungkapkan, “jangan caci maki kegelapan, nyalakan saja lilin,” apakah kalimat bijak ini masih relevan di tengah kegelapan yang melanda negeri kita. Fenomena sosial-politik yang rusak kini telah mencapai ambang batas psikologis masyarakat. Rasa resah, kekecewaan, apatisme, skeptisisme, dan frustrasi jika dibiarkan mengendap dapat berpotensi menjadi ledakan yang bisa membakar keadaan
Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dulunya memicu letupan reformasi kini semakin menjalar, menular, menguat, mengakar, dan membesar karena didukung oleh sistem yang ada. Sejarah selalu mencatat tentang pergantian sistem sosial. Pertanyaannya adalah, sistem sosial seperti apa yang dapat menjamin kesejahteraan dan kemajuan bagi masyarakat? Dan bagaimana sistem tersebut dapat ditegakkan
Ketika peringatan melalui suara dan tulisan tidak lagi mampu mengubah dan memperbaiki keadaan, itu menandakan bahwa nyala lilin tidak lagi dibutuhkan. Ketika kezaliman berdiri dengan congkak, anjuran moral pun menjadi tidak efektif. Yang tersisa dari kita hanyalah satu kata: “lawan.”
Melawan keadaan memerlukan pemikiran yang matang, karena harus ada solusi yang ditawarkan. Oleh karena itu, melawan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki kecerdasan intelektual. Melawan juga memerlukan keberanian moral, karena pilihan ini membawa konsekuensi yang besar. Selain itu, melawan memerlukan kekuatan mental, karena individu akan dihadapkan pada kenyataan yang mungkin tidak menyenangkan atau tidak sesuai harapan. Terakhir, melawan memerlukan kedalaman dan keluasan spiritual agar dapat menampung segala permasalahan yang dimunculkannya.
Kriteria inilah yang membuat kita merasa pesimis untuk melawan keadaan. Kelas menengah yang diharapkan menjadi agen perubahan sering kali dibungkam, kaum intelektual terbelah antara yang pro status quo dan yang kritis, media informasi terkungkung, dan kaum agamawan terdiam dalam kebingungan. Di sisi lain, masyarakat ditutup kesadarannya melalui pencitraan dan bantuan sosial. Sementara itu, kekuatan perubahan sejatinya ada di tangan masyarakat.
Dulu, Nurkholis Madjid (Cak Nur) pernah menyatakan, “Indonesia baru hanya akan lahir ketika orang-orang Orde Baru sudah mati semua.” Jika saat ini orang-orang tersebut masih ada dan mengendalikan kekuasaan, kita harus menerima kenyataan bahwa Indonesia tidak akan pernah bisa berubah. Dalam hukum sejarah, sesuatu yang “tegap” (hak) tidak dapat bercampur dengan yang dekaden (batil). Dengan demikian, reformasi telah melanggar kaidah atau hukum sejarah.
Akal-pikiran kita kini terhimpit oleh dinding kebingungan, dan imajinasi yang liar pun tidak lagi mampu memahami keadaan. Pilihan yang tersisa adalah pasrah pada keadaan, sambil berharap ada kekuatan adikodrati yang dapat mengguncangkan situasi.

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *