Antara Pengendalian Wabah dan Rahasia Data Pasien

Headline701 views

BOGOR – Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto berang dan akhirnya menempuh jalur hukum kepada RS UMMI, karena menghalangi upaya Satgas Covid-19 Kota Bogor untuk mendapatkan hasil test covid-19 Muhammad Rizieq Shihab. Langkah tersebut diambil setelah Bima menerima surat HRS pada Sabtu sore, 28 November 2020 secara dadakan.

Surat khusus yang langsung disampaikan Habib Rizieq kepada Bima Arya ini diantarkan kepada Bima namun diberikan melalui Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Jawa Barat. Surat tersebut intinya, pihak HRS menolak memberikan data hasil swab test kepada Pemerintah  Kota Bogor.

“Saya menerima surat pernyataan yang ditandatangani oleh Habib Rizieq. Yang hanya menyatakan bahwa beliau tidak mengizinkan hasil swab tesnya untuk diketahui oleh pemerintah kota atau Pemkot,” kata Bima kepada wartawan Sabtu malam.

Sehari sebelumnya, Jum’at (27/11/2020), Pihak keluarga HRS, RS UMMI dan Pemkot Bogor, menurut Bima sudah sepakat akan melakukan pengambilan sampel bersama-sama. Pihak keluarga, menginginkan sample swab diambil dari dokter pribadi HRS, dari tim MER-C. Namun, selepas salat Jumat Bima mendapat kabar dari RS UMMI bahwa sampel swab test sudah diambil. Pihak RS UMMI juga mengaku tidak menyaksikan pengambilan sampel karena dilakukan saat petugas istirahat salat Jumat.

Kabar tersebut membuat Bima meradang, dia pun mendatangi RS UMMI untuk melakukan klarifikasi. Bima meminta agar dilakukan swab test ulang, namun pihak keluarga HRS menolak. Jalur musyawarah kembali ditempuh. Bima  mengungkapkan jika saat musyawarah keluarga dan Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor mengambil kesepakatan adanya keterbukaan dari hasil tes PCR Habib Rizieq.

Kata Bima, pihak  Rumah Sakit Ummi dan keluarga sudah sama-sama percaya dengan hasil swab test yang dilakukan oleh MER-C. Satgas Kota Bogor pun juga sepakat  dengan catatan bahwa diperjelas siapa yang melakukan pengambilan sampel, sampel harus diuji dengan alat PCR di laboratorium yang terigisterasi dan  tersertifikasi dan hasilnya dikoordinasikan dengan Satgas Covid-19 Kota Bogor.

Hal itu mengingat, HRS yang sekarang di rawat di RS UMMI yang masuk teritori kekuasaannya, adalah orang yang harus ditracing karena sempat berinteraksi dengan pasien covid-19, salah satunya Walikota Depok, M. Idris.

“Kita akan mengambil langkah sesuai dengan kewenangan kita. Selanjutnya tentu kita akan masuk ke wilayah hukum juga. Berdasarkan kewenangan kita, aturan kita, apa kemudian yang bisa kita lakukan,” lanjutnya.

Memang alasan pribadi wajar dilakukan oleh Habib Rizieq. Namun koordinasi, sinergi serta kolaborasi juga tak kalah penting untuk dilakukan.

“Orang swab itu kan ada 3 alasannya. Pertama karena memang ada gejala, kedua karena ada riwayat kontak erat. Ketiga karena akan dilakukan tindakan medis. Dua hal itu terpenuhi, ada kontak erat dan dalam proses observasi,” papar Bima.

Bima rupanya tidak main-main, surat HRS yang menolak memberikan hasil swab test dianggap sebagai sebuah tindakan menghalangi  tugas mengendalikan virus menular di wilayahnya.  Satgas Covid-19 Kota Bogor, terhadap melaporkan  Direktur Utama RSIA UMMI Bogor Andi Taat ke Polres Bogor. Pihak rumah sakit tidak memberi penjelasan utuh, terkait tes swab Habib Rizieq. Laporan polisi tertuang dalam LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA.

“RSIA UMMI dianggap menghalangi tugas Satgas Covid-19 Kota Bogor, tes swab Rizieq dilakukan secara tertutup,” kata Koordinator Bidang Penegakkan Hukum dan Pendisiplinan Satgas Covid-19 kota Bogor, Agustian Syah.

“Kami dari Satgas Covid-19 memutuskan melaporkan rumah sakit ke Polres Bogor kota atas dugaan menghambat dan menghalang-halangi proses penanganan wabah dan penyakit menular,” ujar Agustian.

Agus juga mengatakan informasi yang disampaikan rumah sakit tak utuh dan tak komprehensif. Ia menegaskan, Satgas Covid-19, tak akan mempublish data pasien ke publik. Hal itu sekaligus menjawab kekhawatiran pihak HRS.

Paur Humas Polresta Bogor Kota, Ipda Rachmat Gumilar mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan administrasi penyelidikan.

“Polresta Bogor Kota telah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak rumah sakit. Administrasi penyelidikan telah disiapkan untuk memanggil saksi-saksi,” kata Rachmat.

Menanggapi sikap Walikota Bogor, terhadap HRS, pihak MER-C pasang badan. Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad, mengatakan, pihaknya lah yang meminta Rizieq untuk beristirahat di RS. Diketahui, Rizieq sempat disebut dirawat di RS karena faktor kelelahan.

“MER-C mengirim beliau untuk beristirahat di RS. Namun mendapatkan perlakuan yang kurang beretika dan melanggar hak pasien dari Wali Kota Bogor dengan melakukan intervensi terhadap tim medis yang sedang bekerja, sehingga mengganggu pasien yang sedang beristirahat,” kata Sarbini dalam keterangannya, Sabtu (28/11).

Selain itu, Sarbini juga menyayangkan Bima mempublikasikan kondisi pasien dalam hal ini Rizieq. Langkah tersebut, kata dia, menimbulkan kesimpangsiuran dan keresahan bagi masyarakat.

“Wali Kota Bogor perlu belajar etika kedokteran tentang independensi tenaga medis dalam bekerja dan hak pasien untuk menerima atau menolak atas semua upaya pemeriksaan dan pengobatan yang akan diberikan tanpa ada intervensi atau tekanan pihak manapun,” kata dia.

Sarbini menilai, Walikota telah melampaui kewenangannya dan tidak menghormati hak HRS sebagai pasien.

“Jangankan dalam situasi normal, di daerah bencana dan peperangan saja wajib kita selaku tenaga medis tetap menjaga profesionalitas dan menghormati hak-hak pasien,” sambungnya.

Sarbini menilai, seharusnya Bima Arya mempercayakan penanganan kesehatan Rizieq kepada RS Ummi dan tim medis yang menangani. Sebab merekalah yang dinilai mengetahui langkah yang tepat dalam menangani pasien.

Atas dasar itu, MER-C menyayangkan sikap Bima Arya dalam melakukan intervensi dan tekanan kepada pihak rumah sakit, tim medis, dan pasien.

Di samping itu, Sarbini mengatakan, saat ini semua pemeriksaan yang diperlukan oleh Rizieq tengah berjalan dan pengobatan akan dijalankan sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemukan.

“Agar semua pihak tidak membuat kegaduhan, menjaga privasi pasien dan mempercayakan kepada tim medis yang menangani. Perihal menyampaikan kondisi kesehatan adalah domain keluarga. Bahkan pihak RS atau dokter yang merawat tidak memiliki hak untuk menyampaikan tanpa seizin keluarga,” pungkasnya. (*)

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *