BANDUNG – Di tengah masalah sampah yang semakin menjadi tantangan di berbagai daerah, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) IPB University menghadirkan terobosan edukasi ramah lingkungan di SDN 3 Magung, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Melalui program Petualangan Si Rumi (Siswa Ramah Lingkungan dan Minim Sampah), mereka berupaya menanamkan kesadaran sejak dini bahwa sampah bukanlah limbah tanpa guna, melainkan sumber daya yang bisa diolah dan dimanfaatkan.
Belajar Mengelola Sampah dari Ecobrick
Dalam kegiatan ini, siswa-siswi kelas 6 SDN 3 Magung diajak untuk memahami jenis-jenis sampah dan cara mengelolanya dengan metode sederhana. Puncaknya, mereka diajak praktik langsung membuat ecobrick—botol plastik bekas yang diisi padat dengan potongan sampah non-organik.
Para siswa tampak bersemangat memasukkan potongan plastik ke dalam botol, lalu memadatkannya hingga menjadi bata ramah lingkungan. Tidak hanya itu, hasil ecobrick yang dibuat siswa kemudian dirakit bersama mahasiswa KKN-T menjadi rak buku ramah lingkungan. Rak tersebut kini digunakan di ruang kelas sebagai simbol kreativitas dan kesadaran lingkungan.
“Melalui ecobrick, anak-anak jadi memahami bahwa sampah bisa diubah menjadi sesuatu yang bernilai dan bermanfaat, bukan hanya dibuang begitu saja,” jelas salah satu mahasiswa KKN-T IPB.
Program Petualangan Si Rumi tidak hanya fokus pada satu kali edukasi, tetapi juga mendorong keberlanjutan gerakan ramah lingkungan di sekolah. Mahasiswa KKN-T IPB memberikan tips sederhana, seperti pemilahan sampah organik dan non-organik, serta mengajak guru untuk melanjutkan program ecobrick sebagai kegiatan rutin.
“Kesadaran lingkungan harus dimulai dari anak-anak. Mereka akan menjadi agen perubahan, baik di rumah maupun di masyarakat,” tambah mahasiswa KKN-T.
Potensi Besar TPS 3R di Desa Manggungharja
Selain mengedukasi siswa, mahasiswa KKN-T IPB juga melakukan survei ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) di Desa Manggungharja, Kecamatan Ciparay. Di lokasi ini terdapat mesin pencacah sampah yang sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengolah limbah menjadi kompos, pelet bahan bakar, atau produk daur ulang lain yang memiliki nilai jual.
Namun sayangnya, mesin pencacah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurut salah satu pekerja di TPS 3R, keterbatasan tenaga kerja menjadi hambatan utama. “Kalau saja ada tenaga dan pengelolaan yang lebih baik, mesin ini bisa jadi sumber ekonomi baru bagi desa,” ujar pekerja TPS 3R.
Melihat kondisi tersebut, mahasiswa KKN-T IPB menekankan bahwa pengelolaan sampah harus dipandang sebagai peluang, bukan sekadar beban. Dengan memanfaatkan teknologi seperti mesin pencacah, desa bisa menghasilkan produk turunan yang bernilai jual tinggi.
“Program Petualangan Si Rumi di SDN 3 Magung hanyalah langkah awal. Kami berharap masyarakat di Desa Manggungharja juga mulai melihat potensi besar dalam pengelolaan sampah,” ujar perwakilan KKN-T IPB University.
Inovasi sederhana seperti ecobrick, ditambah dengan potensi pemanfaatan mesin pencacah, diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi masyarakat Ciparay dalam mengelola sampah secara lebih cerdas. Mahasiswa KKN-T IPB berkomitmen melanjutkan edukasi lingkungan di berbagai titik, dengan harapan kesadaran ini akan terus berkembang.