Bogor – bogorOnline.com
Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Angkahong oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar), membuat gerah sejumlah pihak. Hal itulah yang mendorong sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) untuk berunjukrasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, agar Korp Adhyaksa segera menetapkan tersangka (tsk) baru.
Sementara itu, Ketua LSM Gerak, Muhammad Sufi mengatakan, apabila kasus Angkahong dihentikan oleh Kejati Jabar dengan tidak menetapkan tersangka baru hal itu adalah sesuatu yang janggal. Sebab, kata dia, apabila diperhatikan dalam pertimbangan hukum pada putusan PN Tipikor Bandung nomor 40/Pid.Sus/TKP/2016/PN BDG jo nomor 41/Pid.Sus/TKP/2016/PN BDG jo nomor 42/Pid.Sus/TKP/2016/ PN BDG, dan telah dikuatkan dengan putusan banding pengadilan tinggi Jaba nomor 33/tipikor/2016/PT.BDG jo nomor 34/tipikor/2016/PT BDG jo nomor 35/tipikor/2016/PT.BDG, keduanya bersifat saling menguatkan.
Ketua HMI MPO Cabang Bogor, Ana Mulyana mendesak Kejati Jabar segera menetapkan tsk baru dalam perkara dugaan korupsi yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 43,1 miliar itu. Kata dia, dalam pertimbangan putusan tiga terdakwa, yakni HYP, IG, dan RNA sudah sangat jelas bahwa ada pejabat Pemkot yang disebut pleger oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung.
“Kami melihat tak berjalan kasus Angkahong lantaran diduga ada ‘main mata’. Pleger sendiri tak boleh ditolerir, tapi sampai sekarang masih belum ada penetapan tsk baru,” ujar Ana kepada wartawan, Jumat (28/7/17).
Menurutnya, kasus Angkahong merupakan perkara besar yang sudah seharusnya ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kasus ini tak cukup hanya ditangani oleh Kejari dan Kejati, sebab penanganannya terlihat lambat,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua LSM Gerak, Muhammad Sufi mengatakan, apabila kasus Angkahong dihentikan oleh Kejati Jabar dengan tidak menetapkan tersangka baru hal itu adalah sesuatu yang janggal. Sebab, kata dia, apabila diperhatikan dalam pertimbangan hukum pada putusan PN Tipikor Bandung nomor 40/Pid.Sus/TKP/2016/PN BDG jo nomor 41/Pid.Sus/TKP/2016/PN BDG jo nomor 42/Pid.Sus/TKP/2016/ PN BDG, dan telah dikuatkan dengan putusan banding pengadilan tinggi Jaba nomor 33/tipikor/2016/PT.BDG jo nomor 34/tipikor/2016/PT BDG jo nomor 35/tipikor/2016/PT.BDG, keduanya bersifat saling menguatkan.
Alhasil, kata Sufi, proses pengusutan terhadap pleger harus tetap berjalan, dan apabila dihentikan, penegakan hukum di Kejati Jabar perlu dipertanyakan apa alasannya.
“Jika dilihat Hukum Acara Pidana (KUHAP), ada tiga alasan bagi penyidik kejaksaan atau kepolisian untuk menghentikan penyidikan suatu kasus, termasuk didalamnya kasus korupsi.
“Pertama, karena tidak terdapat cukup bukti. Kedua, peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, penyidikan dihentikan demi hukum. Dari ketiga aturan tersebut, Kejati tidak bisa menggunakannnya jika kita bahas poin perpoin,” ungkapnya.
Sufi menegaskan, Gerak akan terus memantau kasus Angkahong, sebab itu adalah komitmen untuk mengawal penegakan hukum.
“Kami tetap mendukung para penegak hukum untuk terus menegak hukum di Kota Bogor,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar, Raymon Ali belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait proses penanganan perkara Angkahong.
“Saya harus minta update dan koordinasi dulu dengan Bidang Pidana Khusus. Dalam waktu dekat pasti akan diinfokan,” kata dia.
Ketika didesak apakah Kejati sudah mengantungi calon tsk baru. Raymon enggan menjawabnya. Namun, kata Raymon, setiap langkah atau putusan yang diambil oleh kejaksaan pasti ada dalil hukumnya.
“Setiap bertindak, kami pasti punya dasar,” tandasnya. (Nai)