CIBINONG – Kasus Covid-19 masih dianggap sebagai aib oleh sebagian masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut masih ada 7 persen warga yang memberikan stigma negatif dan mengucilkan orang yang terkonfirmasi positif covid-19. Angka 7 persen ini masih terbilang cukup besar melihat jumlah penduduk Indonesia yang hampir 270 juta jiwa.
“Pemberian stigma negatif terhadap masyarakat yang terjangkit COVID-19 tidak bisa dibiarkan. Apalagi, kasus semacam ini saat ini sudah banyak terjadi di tengah masyarakat,” kata Kepala BPS, Suhariyanto saat merilis hasil survei BPS di BNPB, Senin (28/9)
Sebagai contoh, dia menyinggung ada pegawai BPS yang dinyatakan positif COVID-19 dan harus masuk ke Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. “Sudah negatif kemudian dia keluar dan di kosannya kemudian ditolak. Sehingga kami harus carikan tempat lain,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Kecuk tersebut meminta, pemerintah dirasa perlu untuk melakukan sosialisasi secara ketat mengenai COVID-19. Tujuannya, agar masyarakat yang telah dinyatakan negatif bisa kembali ke tengah masyarakat tanpa ada stigma negatif.
Selain itu, respon masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan juga sangat lambat. Menurut Kecuk, 45 persen masyarakat baru memperketat protokol kesehatan ketika ada warga sekitar yang terinfeksi. Dukungan mereka kepada penderita juga masih sangat rendah, yakni hanya 22 persen. Hasil survei juga menemukan masih ada 24 persen warga yang tetap tidak percaya ada kasus covid-19 di lingkungan mereka, meski sudah ada warga sekitar yang terinfeksi, dan 2 persen bersikap tidak perduli. Survei dilakukan BPS pada 7-14 September dan diikuti 90.967 responden yang terdiri dari 55 persen responden perempuan dan 45 persen laki-laki.(*)