Sebagai negara dengan mayoritas penduduk bergantung pada sektor pertanian, Indonesia menghasilkan beberapa juta ton komoditas pangan setiap tahunnya. Fungsi utama dari padi sebagai pemasok pangan nasional, dan sampai saat ini fungsi tersebut belum digantikan oleh sektor manapun. Mengingat sektor tanaman padi yang sangat penting bagi ketahanan pangan nasional maka pengembangan tersebut sangat penting untuk dipertahankan. Namun, dibalik penghasilan itu, terdapat satu masalah yang sering kali dilupakan dari perhatian yaitu limbah jerami padi, karena kebanyakan petani tidak mengerti cara untuk mengolahnya contohnya di subang kebanyakan limbah jerami padi hanya dibakar oleh petani atau di biarkan membusuk, tanpa di manfaatkan secara maksimal.
Padahal, limbah Jerami padi juga menyimpan banyak potensi untuk pemanfaatannya, seperti sumber energi terbaharukan dan juga pakan ternak, di tengah gempuran penggunaan energi ramah lingkungan dan pakan ternak yang berkualitas, sebenarnya limbah jerami ini bisa menjadi potensi yang unggul, sayangnya, masih banyak orang yang menganggap kalau jerami padi adalah suatu hal yang tak bernilai, padahal kalau di kembangkan bisa membantu menaikan nilai ekonomi bagi petani lokal.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, Indonesia memproduksi sekitar 55 juta ton jerami padi per tahun, dengan potensi pemanfaatan sebagai biomassa mencapai lebih dari 500 petajoule energi per tahun, cukup untuk menyuplai kebutuhan listrik rumah tangga jutaan penduduk.
Di dalam jerami padi ini, terdapat beberapa bagian yang sangat berguna apabila di manfaatkan seperti batang dan daun tanaman padi yang mengandung serat kasar, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan sedikit protein. Kandungan yang ada pada bagian bagian ini mampu menjadi bahan yang berpotensial untuk diolah, seperti sumber energi biomassa yang menggunakan bahan limbah tersebut sehingga energi yang di hasilkan juga lumayan berlimpah atau sebagai pakan ternak. Namun, karena persepsi dari masyarakat terutama petani mengganggap limbah ini sebagai barang tidak bernilai, dan kurangnya pengedukasian membuat pemanfaatannya menjadi tidak maksimal.
Jerami padi bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa yang menjanjikan. Berdasarkan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki potensi energi dari jerami padi yang mencapai sekitar 540 Petajoule (PJ) per tahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik lebih dari 30 juta rumah tangga setiap tahunnya. Sayangnya, hingga kini kurang dari 15% jerami dimanfaatkan, dan sisanya banyak yang hanya dibakar atau dibuang begitu saja. Padahal, pengolahannya cukup mudah apabila dikembangkan dengan baik.
Salah satu pemanfaatan jerami adalah dengan mengubahnya menjadi briket, yaitu bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari pengeringan dan pemadatan jerami. Di Sleman, Yogyakarta, kelompok tani binaan Universitas Gadjah Mada telah berhasil memproduksi briket jerami untuk memasak. Hasilnya, konsumsi kayu bakar menurun hingga 60%, dan masyarakat mulai menjual briket ke pasar lokal sebagai sumber penghasilan tambahan.
Selain briket, jerami padi juga bisa dimanfaatkan menjadi biogas melalui proses fermentasi anaerob, menghasilkan gas metana yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga seperti memasak atau sebagai sumber energi skala kecil. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bioetanol, yaitu bahan bakar alternatif pengganti bensin. Prosesnya dilakukan melalui hidrolisis dan fermentasi kandungan selulosa pada jerami.
Di beberapa negara seperti Tiongkok, sekitar 30% limbah pertanian telah berhasil diolah menjadi bioenergi. Sementara itu, India menjalankan program Satat (Sustainable Alternative Towards Affordable Transportation) yang menargetkan pembangunan 5.000unit pengolahan bioenergi berbasis limbah pertanian, termasuk jerami. Di Indonesia sendiri, pemanfaatan jerami sebagai bioetanol masih terbatas pada tahap uji coba dan riset, sehingga belum dimanfaatkan secara luas.
Di samping itu, selain di jadikan untuk bahan sumber energi alternatif, jerami padi juga punya pemanfaatan lainnya sebagai pakan ternak, khususnya seperti untuk sapi, kambing, dan domba. Akan tetapi karena kandungan seratnya tinggi dan protein yang ada di dalamnya terbilang rendah, limbah jerami harus mengalami beberapa proses pengolahan dulu agar kualitas dari kandungannya meningkat, salah satu metodenya yang umum digunakan yaitu amoniasi, merendam limbah jerami dalam larutan urea untuk meningkatkan kadar nitrogen dan untuk mempermudah daya cernanya.
Teknik lainnya juga dapat dilakukan fermentasi tetapi tidak seperti bahan energi alternatif tadi, proses fermentasi ini Bernama silase, dimana jerami akan dicampurkan dengan bahan tambahan seperti dedak, lalu disimpan dalam kondisi yang kedap udara agar fermentasi alami terjadi, metode ini bermanfaat untuk memperpanjang masa simpan jerami sebagai pakan dan mampu meningkatkan nilai gizi, tetapi di Indonesia ada juga pemanfaatan yang umum lebih mudah untuk di gunakan yaitu dengam metode pencampuran dengan tanaman lain yang lebih tinggi kandungan proteinnya.
Namun, meski manfaatnya cukup besar, pemanfaatan jerami padi masih menghadapi kendala di Indonesia, seperti kurangnya edukasi pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengolahan limbah tersebut, karena itu nilai dari limbah jerami padi terbilang tidak bernilai dan hal tadi menjadi salah satu hambatan utamanya. Selain itu, terdapat juga keterbatasan alat yang sederhana dan mudah diakses turut memperlambat adopsi teknologi pengolahan jerami pada petani.
Selain itu, Dukungan pemerintah untuk pengolahan limbah ini juga masih terbilang minim dan tidak terlirik, baik dalam bentuk kebijakan yang insentif, maupun penyuluhan di pedesaan secara langsung yang mayoritas pekerjaannya petani, kultur tradisional juga menjadi pengaruh karena tidak mengemukakan inovasi baru dari pengolahan limbah jerami, sehingga para petani hanya melakukan pembakaran pada limbah tersebut dan akhirnya menjadi sampah di ladang.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya memberikan wadah edukasi kepada para petani agar pemanfaatan limbah jerami dapat dilakukan secara maksimal. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan bantuan berupa sarana pelatihan dan teknologi sederhana yang mudah diakses, sehingga petani mampu berinovasi dan perlahan meninggalkan kultur tradisional yang selama ini mereka gunakan. Jika dimanfaatkan dengan baik, jerami padi dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, menurunkan emisi pembakaran, serta meningkatkan
pendapatan petani. Limbah yang dulu dianggap tak bernilai bisa menjadi sumber energi dan pakan yang bermanfaat sekaligus bernilai ekonomi.
Generasi muda juga harus dilibatkan dalam hal ini. Dengan semangat anak muda dalam berkreasi dan kemampuan mereka dalam beradaptasi cepat pada teknologi, mereka dapat menjadi penggerak juga pada transformasi pertanian, terturama dalam mengembangkan produk- produk berbahan dasar limbah seperti briket, pupuk organik, dan pakan fermentasi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mereka dapat dijadikan sebagai pendampingan lapangan melalui program turun lapangan atau KKN untuk membantu membukankan ide-ide segar baru yang dapat di kembangkan dan diinovasikan agar hasil limbah ini bisa disorot oleh para generasi muda.
Sudah saatnya pemanfaatan limbah jerami padi tidak lagi hanya untuk dibakar atau untuk dibuang dan dibiarkan membusuk begitu saja di sawah. Dengan potensi besar sebagai sumber energi dan pakan, jerami padi seharusnya tidak lagi dianggap limbah. Hambatan seperti minimnya edukasi dan akses alat harus diatasi bersama oleh pemerintah, petani, dan generasi muda, di negara lain sudah menerapkannya lantas kenapa di Indonesia belum bisa? Karena itu baik pemerintah, petani maupun para generasi muda harus di libatkan dalam proses pemanfaatan ini untuk menciptakan Indonesia yang melek akan kemajuan yang tidak harus menggunakan bahan fosil saja.
Naskah & Foto : Zikri Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta