Bogor – Bentuk bumi itu bulat, tapi tidak bulat sempurna seperti bola. Kalau melihatnya dari sebagian kecil bagian bumi ya memang datar. Hal tersebut dikatakan Dr. Heri Andreas ST, MT yang merupakan Dosen Prodi Geodesi dan Geomatika ITB Bandung, dalam sebuah diskusi di Kota Bogor, belum lama ini.
Beberapa waktu ke belakang sempat dihebohkan dengan munculnya paham yang menyatakan bahwa bumi ini datar. Paham tersebut disebar baik di sosial media dan penyedia konten video dengan penjelasan dan data.
Adalah Komunitas Bumi Datar atau dikenal juga dengan Flat Earth Society sebuah kumpulan yang meyakini bahwa bumi itu datar. Di Indonesia sendiri pengikut bumi datar mencapai 63.800 anggota dari 187.000 jumlah anggota di dunia.
Untuk menjawab fenomena tersebut Badan Geospasial Indonesia (BIG) melalui Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) di sebuah Cafe & Restoran di Kota Bogor mengadakan diskusi dengan tema “Geoid, Bumi Datar atau Bumi Bulat” dengan pembicara Dr. Moedji Raharto Dosen Prodi Astronomi ITB Bandung, Dr. Antonius Bambang Wijanarto Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, Badan Informasi Geospasial, dan Dr. Heri Andreas ST, MT Dosen Prodi Geodesi dan Geomatika ITB Bandung.
Sekretaris Badan Informasi Geospasial (BIG) Titi Suparwati, dalam sambutan pembukaan diskusi tersebut, untuk menjawab serta memberi informasi kepada masyarakat tentang issue bumi datar dengan bahasa sederhana dengan merujuk pada ilmu pengetahuan.
“Kami sampaikan juga bahwa BIG mempunyai kebijakan satu peta, Geoid tidak hanya untuk membuat peta dasar tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk pertanian, pertambangan dan sebagainya, BIG dalam kesempatan ini akan mencoba menyampaikan pemodelan bentuk bumi kita, apakah bulat, tidak bulat, atau datar dari segi permukaan, posisi geodesi dan segi astronomi,” ungkap Titi.
Dosen Prodi Astronomi ITB Bandung Dr. Moedji Raharto sangat mengapresiasi atas diselenggarakannya acara diskusi ini. Salah satu dalam penyampaianya bahwa penomena “Super blue blood moon” yang terjadi beberapa waktu lalu menjadi pembuktian bahwa bumi itu bulat.
“Super Blue Blood Moon yang terjadi pada tanggal 31 Januari 2018 merupakan pembuktian bahwa bumi itu bulat seperti bola, dan super blue blood moon itu hanya terjadi 2 kali selama 20 tahun,” tegas Dr. Moedji.
Sedangkan dalam ilmu bidang geodesi yang disampaikan Dr. Heri Andreas ST, MT yang merupakan Dosen Prodi Geodesi dan Geomatika ITB Bandung mengatakan, sekaligus menjawab klaim dari Flat Earth Society bahwa ilmu yang bersinggungan langsung dengan geodesi adalah hoax.
“BIG yang dulu namanya Bakosurtanal menggunakan satelit dalam menyelesaikan masalah-masalah geodesi, salah satunya GPS dan dulu belum ada Base Transceiver Station (BTS), GPS sendiri masuk Indonesia tahun 1988 dan baru terkenal dan populer di tahun 2000-an, dan GPS yang dikatakan komunitas bumi datar adalah hasil dari BTS-BTS dan bukan dari satelit sudah bisa dipatahkan,” jelas Dr. Heri Andreas.
Sementara Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, Badan Informasi Geospasial Dr. Antonius Bambang Wijanarto dalam pemaparannya tidak jauh berbeda dengan pemateri-pemateri sebelumnya. Pemahaman-pemahaman komunitas bumi datar sepertinya memanipulasi pandangan,
“Sampai sekarang belum pernah dipertemukan antara orang-orang yang memahami bahwa bumi itu datar dengan pemahaman orang banyak bahwa bumi itu bulat,” papar Dr. Antonius. (di)