Kota Bogor – bogorOnline.com
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor diminta untuk menerapkan APBD yang prorakyat, salahsatunya mengalokasikan anggaran untuk menebus ijazah siswa kurang mampu yang ditahan pihak sekolah, baik negeri maupun swasta lantaran masih memiliki tunggakan.
Menurut Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Saeful Bakhri, pada periode kedua kepemimpinan Bima Arya seharusnya sudah mulai menerapkan program-program yang menyentuh langsung kepada warga, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salahsatunya adalah menyiapkan anggaran untuk penebusan ijazah bagi siswa miskin.
“Baru-baru ini saya mendapat pengaduan dari beberapa orangtua siswa di wilayah Bogor Utara, yang mengaku bahwa ijazah SMA anaknya ditahan sekolah karena masih menunggak bayaran. Ini harus ada intervensi pemerintah,” ujar Saeful kepada awak media, Senin 7 Oktober 2019.
Dikatakan Saeful, apabila APBD Kota Bogor tidak sanggup untuk menganggarkan biaya penebusan ijazah, maka pemerintah bisa menyiasatinya dengan dana corporate social reaponsibility (CSR).
“Dana CSR itu bisa dialihkan ke sana, daripada untuk infrastuktur yang tidak terlalu penting. Tapi tentunya penganggaran dana untuk menebus ijazah harus sesuai mekanisme, jangan sampai menabrak aturan,” ungkapnya.
Lebih lanjut kata Saeful, pemkot harus mengeluarkan regulasi soal penggunaan anggaran untuk menebus ijazah tersebut.
“Misalnya, siswa yang membutuhkan bantuan harus memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan telah diverifikasi oleh sekolah. “Selain itu juga harus berdomisili di Kota Bogor,” imbuhnya.
Ia menilai bahwa anggaran untuk menebus ijazah lebih penting daripada program Sekolah Ibu. Sebab, kata dia, dokumen itu sangat penting bagi mereka pelajar yang lulusan sebagai salahsatu syarat melamar pekerjaan.
“Itu juga sebagai salah satu upaya dalam menekan pengangguran dan meningkatkan roda perekonomian warga. Dewan sendiri akan berupaya mendorong agar bisa dianggarkan,” ucapnya.
Ia juga menuturkan bahwa bantuan itu mesti diberikan dengan syarat dan kriteria yang lebih spesifik.
“Dan itu bisa diatur dalam teknisnya di OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait atau menggunakan Perwali,” kata Saeful.
Terpisah, Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan, Atty Somaddikarya mengatakan hal senada. Pemerintah, kata Atty, harus melakukan intervensi anggaran untuk menebus ijazah siswa warga Kota Bogor yang masih ditahan, khususnya di sekolah swasta.
“Sebab swasta kan membutuhkan biaya operasional yang besar. Berbeda dengan negeri,” katanya.
Lebih lanjut kata Atty, pemerintah juga harus membuat perda atau perwali yang mengatur soal penebusan ijazah siswa kurang mampu agar ada payung hukum untuk mengatur hal itu.
“Masalah dana bisa diambil dari APBD atau CSR. Intinya dari mana saja itu harus dianggarkan dalam APBD. Ijazah adalah suatu hal yang penting, dan harus jadi perhatian utama pemerintah,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, permasalahan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) sekolah negeri yang memberatkan MBR harus menjadi perhatian dinas.
“Jadi harus ada solusi, dinas terkait untuk tidak memaksakan. Masih bagus siswa mau berangkat dengan ongkos pas-pasan ke sekolah,” jelasnya.
Ia menyatakan bahwa saat ini untuk ijazah yang ditahan di sekolah negeri sudah ada kemudahan. Lain hal dengan sekolah swasta dirasa sulit, karena dipahami bahwa sekolah swasta tidak mendapat perhatian maksimal dari APBD dalam program penebusan ijazah siswa kurang mampu.
“Walaupun dasar program BSM dikucurkan dari APBD, penerima bukan siswa tapi masuk rekenning pemilik yayasan,” tambah Atty.
Ia pun menegaskan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat telah mengeluarkan surat edaran bernomor 326/SEd/III/Cadisdik.Wil.II/2019 tertanggal 6 Februari 2019 yang menginstuksikan kepada Kepala SMA/SMK se-Cadisdik Wilayah II. Surat edaran tersebut berisikan empat poin penting.
Pertama, sekolah tidak boleh menahan ijazah peserta didik dengan alasan apapun. Kedua, apabila terdapat kewajiban peserta didik yang belum dapat diselesaikan sampai batas waktu kelulusan, maka peserta didik bersama dengan orangtua wali diberi kebijakan dengan jalan musyawarah.
Ketiga, sekolah wajib mengutamakan kepentingan peserta didik dan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Keempat, bila peserta didik mempunyai SKTM dan terdaftar dalam BSM, ijazah harus diberikan tanpa syarat.
Atty menyatakan, dengan adanya surat edaran tersebut, SMA/SMK yang berada di wilayah II wajib mentaatinya. Atas dasar itu, iapun mengimbau agar warga segera melaporkan apabila terjadi kasus penahanan ijazah.
“Kalau ada laporkan segera. Kami akan langsung koordinasi ke pemprov,” ungkapnya.
Anggota DPRD dua periode ini juga menegaskan, penahanan ijazah terhadap siswa miskin sangat tidak manusiawi lantaran berimbas terhadap terkatung – katungnya dalam mencari pekerjaan.
“Bayangkan saja, ada ijazah yang ditahan selama tiga tahun. Imbasnya mereka tak bisa bekerja. Ironisnya orangtua mereka kebanyakan pekerja serabutan,” ucapnya.
Atas dasar itu, Atty meminta agar Pemkot Bogor dan Pemprov Jabar harus lebih memperhatikan sekolah dengan melakukan intervensi APBD.
“Sebab, biar bagaimanapun sekolah swasta membutuhkan dana untuk berkembang,” tandasnya. (HRS)