BOGORONLINE.com – Di atas meja, ayam “sombong” terkecil di dunia itu adu gaya. Dadanya dibusungkan, jalannya tegap dan sesekali sayapnya dikebaskan. Didukung musik yang membahana, ayam jantan bernama Saka Bato ini tampil memesona.
Saka Bato tanding bersama empat ayam serama lain guna memperebutkan kelas best of best dalam kontes nasional seni dan kecantikan ayam serama yang digelar Paguyuban Serama Bogor (PSB) di Bogor Creative Center, Kota Bogor.
Ayam serama milik Alex Supriyadi ini akhirnya terpilih menjadi juara. Sang empunya menerima piala dan uang pembinaan. Ia mengungkapkan cukup puas dengan raihan untuk kelas best of best.
Namun, kata Ayyash panggilan akrab di kalangan penghobi ayam serama, ajang kontes ini bukan hanya sekedar untuk mengejar juara, tetapi mempererat silaturahmi antarpenghobi ayam serama.
“Iya, puas. Tapi sebenarnya kalau datang ke kontes itu silaturahminya. Kontes ini juga kan mengenalkan serama, bagi yang tidak tahu menjadi tahu, serama itu banyak model dan ada kriteria buat kontes,” ucapnya, Minggu (12/6/2022).
Dalam kontes perdana yang digelar PSB diikuti ratusan penghobi ayam serama yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada 18 ketegori kelas yang diperlombakan. Baik kelas kontes untuk jantan, betina maupun anakan.
Sebelumnya, Saka Bato yang berusia 1,5 tahun dengan bobot badan 250 gram turun di kelas jantan A. Ayyash mengatakan, Saka Bato bisa dibilang ayam serama unggulan di kandang sehingga pernah diikutsertakan di sejumlah kontes dan berhasil meraih juara.
Ia juga mengaku hanya butuh waktu sepekan lebih untuk mempersiapkan sang pedang samurai arti dari Saka Bato hingga hari H kontes tiba. Secara umum perlakuan perawatan sama seperti pada ayam Serama lainnya.
“Persiapannya 10 hari juga cukup untuk ayam. Sebenarnya (treatment) sama aja, mandi, jemur dan vitamin, seperti itu. Mungkin ini kalau bisa best of best, bisa termasuk hoki juga,” ujarnya seraya berseloroh.
Namun selain faktor-faktor tersebut, latihan bersama menjadi perhatian yang dilakukan secara berkala agar performa ayam serama tetap terjaga saat di atas meja. Hal ini juga agar ayam terbiasa saat berlaga diperdengarkan musik dan riuhnya suara.
“Ayam tanpa dilatih itu bisa turun dari meja, kalau turun dari meja bisa didiskualifikasi,” kata Ayyash yang mulai hobi ayam serama sejak tahun 2010 dan bergabung di Serama Komunitas Ciayumajakuning (Sekoci) itu.
Ayyash mengiakan apabila ayam serama yang juara bisa mendongkrak nilai komersial tinggi dari ayam itu sendiri. Namun sejauh ini, ia merasa belum mendapatkan harga yang cocok untuk sekelas Saka Bato.
“Iya kalau belum menemukan harga yang pas mungkin nggak dijual, karena masih suka juga ke ayamnya,” tandasnya. (Hrs)