BOGORONLINE.com – Keripik kentang merupakan pangan yang digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat. Kebutuhan umbi kentang sebagai bahan baku terus meningkat. Karena itu, benih kentang yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Untuk mencukupi kebutuhan benih kentang berkualitas, Tim Peneliti dari Biotec Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) telah merakit dua varietas unggul baru yang diberinama IPB CP1 dan CP3.
Tim Peneliti ini diketuai Prof Suharsono dengan anggota Prof GA Wattimena, Nia Dahniar, SP dan Diky indrawibawa, SP. Dua varietas tersebut diperkenalkan saat peluncuran Hasil Penelitian Unggulan IPB Batch 8 yang digelar LPPM IPB University di kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022).
Varietas IPB CP1 atau biasa disebut Sipiwan di kalangan petani merupakan kentang yang ditujukan untuk kebutuhan industri keripik. Umbi kentang Sipiwan berbentuk bulat ukuran sedang dengan potensi produksi 25 ton per hektar dan umur panen kentang dari varietas ini 90 hari.
“Sipiwan mempunyai kulit umbi berwarna putih tanpa bercak, warna daging umbi putih, dengan kandungan pati sekitar 13 persen dan kandungan gula yeng rendah. Karena itu IPB CP1 sangat cocok digunakan sebagai bahan baku keripik kentang dan produk olahan yang membutuhkan rasa renyah setelah digoreng, seperti kering kentang atau mustofa dengan rasa yang enak,” ujar Prof Suharsono.
Dijelaskan, Sipiwan telah mendapatkan izin rilis varietas pada tahun 2019 melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 019/Kpts/SR.120/D.2.7/1/2019 dan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) Nomor 00525/PPVT/S/2021 pada tahun 2021 dari Kementerian Pertanian. “Varietas Sipiwan termasuk satu diantara 108 inovasi Indonesia peling prospektif pada 2016 berdasarkan Business Innovation Center (BIC),” kata Dosen IP8 University dari Departemen Biologi itu.
Sejak tahun 2019, ketang Sipiwan telah ditanam dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan keripik kentang oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain di Sembaiun, Siprwen juga sudah ditanam di Kabupaten Garut, Bandung Barat, Bandung dan Temanggung. Umbi Sapiwan sudah diterima oleh industri besar sebagai bahan baku pembuatan keripik kentang.
Sementara itu, verietas IPB CP3 atau dikenal petani sebagai Sipitri mempunyai karakter gabungan antara kentang sayur dengan kentang industri. Karena itu, kentang ini dianggap serbaguna. Prof Suharsono menuturkan, umbi kentang IPB CP3 sangat cocok untuk digoreng, baik untuk pembuatan kering kentang atau mustofa, keripik maupun french fries dengan tekstur yang renyah dan rasa yang sangat enak.
“Kentang ini mempunyai produktivitas umbi yang sangat tinggi dengan potensi hasil 35 ton per hektare dan beradaptasi dengan baik terhadap kondisi Indonesia. Umur panen kentang Sipitri 90 hari,” tambah Prof Suharsono.
Dikatakan, umbi kentang Sipitri berbentuk lonjong berukuran besar sehingga sangat menguntungkan dalam proses pengupasan dan pemotongan. Warna kulit umbinya kuning cerah yang sangat menarik untuk pembuatan wedges dan warna daging umbinya yang kuning dan rasanya yang enak jika direbus menyebabkan kentang ini sangat cocok untuk kentang sayur.
Prof Suharsono juga menambahkan, kentang Sipitri telah ditanam di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut, Banjar Negara, Temanggung, Magelang dan Lombok Timur, walaupun skalanya masih terbatas untuk setiap kabupaten. Umbi Sipitri sudah diolah menjadi keripik kentang oleh UKM di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, NTB dan Dieng Kabupaten Banjarnegara.
Selain itu, kentang Sipitri dinyatakan oleh BIC sebagai salah satu dari 113 inovasi Indonesia paling prospektif tahun 2021. IPB CP3 telah terdaftar sebagai varietas hasil pemuliaan di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian (PPVTPP) dengan Nomor 802/PVHP/2019 tanggal 30 Oktober 2019. IPB CP3 juga telah mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman Sementara dengan surat nomor 439/PV.110/A.9/04/2022 tertanggal 4 April 2022. (Hrs)