Gurita Korupsi

Blog, Headline, Sosok873 views

 

Oleh : Yayat Supriyatna

Organisasi dapat diibaratkan sebagai sebuah kendaraan, di mana uang berfungsi sebagai roda yang menggerakkan organisasi tersebut. Keberadaan uang dalam sebuah organisasi sangat menentukan kecepatan dan kelancaran operasionalnya; tanpa uang yang cukup, organisasi bisa berjalan lambat, terhenti, atau bahkan mengalami kerusakan parah yang dapat mengarah pada kehancuran. Negara, sebagai organisasi besar, berfungsi layaknya kendaraan yang mengangkut jutaan rakyat sebagai penumpang, dengan para pemimpin berperan sebagai sopir yang mengemudikannya.
Permasalahan yang muncul adalah seberapa baik kondisi roda tersebut (uang) — apakah utuh dan berfungsi dengan baik, atau justru kempes dan tidak lengkap? Kualitas roda sangat berpengaruh terhadap perjalanan kendaraan. Korupsi telah mengakibatkan negara kehilangan roda yang seharusnya menggerakkannya. Korupsi menjadi penghalang bagi kemajuan negara, menyebabkan penderitaan rakyat, meningkatkan tingkat kejahatan, dan berpotensi membawa negara menuju kehampaan atau bahkan kehancuran.
Kita masih ingat pernyataan Mahfud MD yang menyebutkan bahwa jika sektor tambang tidak dikorupsi, setiap warga negara Indonesia bisa mendapatkan 20 juta rupiah setiap bulannya tanpa harus bekerja. Ini hanya dari satu sektor, belum lagi jika kita mempertimbangkan sektor-sektor lainnya. Negara ini kaya akan sumber daya, dan kekayaan tersebut seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ketika kita mendengar atau membaca berita tentang korupsi, imajinasi kita sering kali melayang ke berbagai arah. Korupsi telah menjadi masalah yang sistemik, seperti gurita yang mencengkeram negeri ini dengan jemarinya yang kuat dan luas, menjangkau berbagai aspek kehidupan. Sujiwo Tedjo menyatakan bahwa korupsi telah menjadi bagian dari budaya kita.
Masalah korupsi kini telah berada dalam ambang batas psikologi masyarakat. Rakyat mulai merasa apatis, pesimis, skeptis, bahkan frustrasi. Kita tidak mungkin dapat mengatasi cengkeraman gurita korupsi ini hanya dengan memotong beberapa jemarinya saja. Yusril Ihza Mahendra pernah mengatakan, “Orang jahat dalam sistem yang kuat akan dipaksa menjadi baik, dan dalam sistem yang buruk, orang baik terpaksa menjadi jahat.”
Kejahatan dan keburukan telah menjadi masalah yang sistemik. Pertanyaannya adalah, sistem seperti apa yang dapat mendorong orang untuk berbuat baik? Apakah kita perlu memperbaiki sistem yang ada, seperti yang pernah kita lakukan pada awal reformasi tahun 1998? Atau apakah kita harus mengganti sistem tersebut? Jika demikian, seperti apa penggantinya dan bagaimana cara melakukannya?

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *