Petani Bogor Desak Kejagung Usut Kasus BLBI di Lereng Gunung Salak

BogorOnline.com — Perjuangan petani di lereng Gunung Salak Kabupaten Bogor tak pernah surut. Setelah sebelumnya menggeruduk Kantor Gubernur Jawa Barat dan Kanwil ATR/BPN Jabar, kini menggelar aksi di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Aksi unjuk rasa diikuti puluhan petani dari Kecamatan Cijeruk, Cigombong, dan Caringin, Kabupaten Bogor. “Usut Tuntas BLBI Cijeruk Bogor”, demikian tulisan spanduk yang mereka bentangkan di depan gerbang Kejagung, Bulungan, Jakarta Selatan, Selasa, 18 November 2025.

Kendati diguyur hujan deras dan angin kencang, massa petani tak goyah. Mereka terus meneriakkan yel-yel “Hidup Burhanudin! Hidup Burhanudin! Usut tuntas perusahaan-perusahaan terjerat kasus BLBI! Kami petani butuh lahan untuk bertani, bukan untuk dijual atau dijaminkan ke bank”.

Kurang lebih 45 menit aksi berlangsung, pihak Kejagung pun membuka kunci pintu gerbang dan mempersilakan beberapa perwakilan massa petani untuk masuk ke ruangan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat Pelayanan Informasi Publik.

Ke hadapan dua orang pejabat Kejagung, pimpinan aksi sekaligus Ketua Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor, Yusuf Bahtiar, mengungkapkan bahwa ratusan hektar lahan garapan yang merupakan aset tanah negara banyak dikuasai oleh beberapa perusahaan di wilayah Kecamatan Cigombong (meliputi Desa Tugu Jaya dan Pasir Jaya) dan wilayah Kecamatan Cijeruk (meliputi Desa Cijeruk, Desa Cipelang, Tanjungsari, dan Tajurhalang).

Penyerahan berkas ke Kejagung oleh petani Bogor.

“Namun berdasarkan bukti-bukti yang kami miliki, di antaranya berdasarkan surat dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V Kementerian Keuangan RI, aset tanah negara yang telah mereka kuasai melalui kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), justru diduga dijaminkan ke bank sehingga terjerat kasus BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia,” tegasnya.

Menurut Yusuf, dengan dugaan kuat terjerat kasus BLBI menjadi suatu hal wajar jika perusahaan-perusahaan pemegang SHGB di lereng Gunung Salak akhirnya menelantarkan tanahnya. “Sebagian oknum perusahaan pemegang SHGB malah menjual ke pihak lain. Padahal beberapa SHGB telah berakhir masa berlakunya. Pemegang SHGB dan pembelinya kemudian mengusir petani-petani yang sudah lama menggarap lahan secara turun temurun sejak tahun 1945. Akhirnya petani tersingkir. Konflik ini terjadi sejak tahun 1990-an,” jelas dia.

Pada saat yang sama, kuasa hukum petani, H Amirullah, menambahkan bahwa para petani datang ke Kejagung untuk meminta keadilan dan berharap bisa memeriksa perusahaan-perusahaan yang terlibat BLBI, di antaranya PT Halizano Wistara Persara, PT Bahana Sukma Sejahtera, dan PT Cahaya Surga Abadi.

“Warga dan petani tidak menolak investasi. Tapi hanya meminta hak agar tetap bisa bertani serta agar pemerintah tidak serta merta mengubah zona dari sebelumnya zona pertanian. Kami datang ke Kejagung juga surat pengaduan kami ke Kejari, Bupati Bogor, BPN, tidak pernah digubris,” paparnya.

Selain menyampaikan pengaduan secara lisan, para petani juga menyerahkan berkas cukup tebal untuk diperiksa Kejagung mengenai konflik agraria termasuk kasus BLBI di lereng Gunung Salak Kabupaten Bogor.
(Acep Mulyana)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *