Iring-iringan ondel-ondel bersanding dengan lagu Betawi berjudul Nangke Lande menghiasi sore hari di Perumahan PPA, Jati Asih, Bekasi. Marshel dan kedua temannya kompak berbagi tugas. Ada yang bertugas memainkan ondel-ondel, menjadi juru musik, dan membawa kaleng cat bekas untuk menghimpun saweran dari masyarakat. Mereka berkeliling dari perumahan satu ke perumahan lain sembari memainkan ondel-ondel.
“Ya sambil ngenalin budaya Betawi sambil ngisi waktu juga” ungkap Marshel (19) saat ditanya mengapa bermain ondel-ondel sampai turun ke jalan.
“daripada cuma di rumah (sanggar) doang ni ondel-ondel, ga ngapa-ngapain” tambahnya.
Ondel-ondel adalah salah satu kebudayaan Betawi. Berwujud sebuah boneka besar, ondel-ondel menjadi ikon Kota Jakarta. Ondel-ondel kerap ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat orang Betawi. Dilansir dari kebudayaan.kemendikbud.go.id, ondel-ondel memerankan sosok leluhur yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk desa.
Namun akhir-akhir ini, tak ada lagi ruang-ruang pertunjukan bagi ondel-ondel. Pandemik COVID-19 membuat terbatasnya hal tersebut. Padahal, sanggarnya yang berasal dari Kampung Utan, Bekasi Selatan ini biasa menggelar pertunjukan ondel-ondel setiap minggu di CFD (car free day) Bekasi.
“Kita juga suka ke Bekasi sih, di samping GOR, tiap hari minggu. Ya nari-nari gitu. Sebelum corona” ungkapnya.
Selain menggelar pertunjukan di CFD, sanggar ondel-ondel yang menaungi Marsel dan teman-temannya itu juga menerima tawaran masyarakat yang ingin nanggep (sewa) ondel-ondel mereka. Biasanya sebagai hiasan untuk acara pernikahan. Lagi-lagi dampak dari pandemi, masyarakat tak lagi menyewa ondel-ondel dari sanggarnya.
“Ya dengan begini (turun ke jalan), sekalian nyari-nyari juga orang-orang buat nanggep kan” harapan Marsel.
Mereka bertiga dapat mengumpulkan saweran ratusan ribu per-hari jika atensi masyarakat sedang ramai. Penghasilan tersebut dibagi empat, tiga bagian untuk orang-orang yang menjalankan dan satu bagian untuk ondel-ondel. Jatah onde-ondel dimaksudkan untuk sanggar guna kebutuhan perawatan ondel-ondel.
“Ya kalo lagi rame bisa dua ratus ribu, kalo sepi paling cukup buat makan doang” ungkapnya.
Di tengah banyaknya kontroversi tentang ondel-ondel “ngamen” dari beberapa kalangan, anak-anak terlihat gembira melihat kedatangan ondel-ondel di sekitar rumahnya. Beberapa anak-anak tak canggung menyapa ondel-ondel bahkan mengikuti ondel-ondel berkeliling perumahannya. Wati (45) mengaku senang melihat anaknya bisa terhibur dengan melihat ondel-ondel. Namun, dalam benaknya juga ada sedikit rasa cemas.
“Tiap denger musiknya, pasti dia minta uang sama saya. Ya, anak saya seneng ngeliat ondel-ondel itu. Tapi agak serem juga sebenernya, takutnya ngikutin ondel-ondel sampe jauh” kata Wati.
Reporter : Anne Anisa
Editor : Nurfitri Okinawa