Catatan Singkat
“THE MAN WHO KNEW TOO MUCH”*)
Menelisik Jejak Dr. Charles Olke van der Plas: Islamolog yang Fasih Berbahasa Arab, Hafal Al-Qur’an dan Hadis, Sejarawan Kajian Hindu Kuno dan Etnografer dari Perkebunan Koeripan, Ciseeng, Bogor, Jawa Barat
“Zin uiterlijk, zin prominente zwaarte baard en gesoigneerde vershijning spraken wel boekdelen, hij vond het duidelijk belangrijk om er goed uit te zien met zijn zwarte baard accentueerde hij zijn afkomst.”
Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan**)
PERJALANAN MENELUSURI JEJAK SOSOK MULTITALENTA
Dua kendaraan roda dua itu bergerak meninggalkan Rektorat. Jalan Raya Parung-Bogor tampak padat dari dua arah. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya bisa menyeberang ke jalur kiri menuju ke arah Desa Jampang. Setelah belok kiri, kendaraan terus melaju menyusuri jalanan halus menuju perempatan Ciseeng di Parigi Mekar. Disana sudah ada seorang lagi yang sedang menunggu sedari tadi. Ketiga motor itu kemudian kembali menyusuri jalanan menuju ke arah Sungai Cisadane.
Sebelum Pondok Pesantren Al-Mukhlishien Ciseeng, ketiga kendaraan roda dua itu belok ke arah kanan. Ketiga motor itu masuk ke Jalan AMD dan memasuki gerbang Desa Kuripan. Desa ini terletak di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Tidak terlalu lama, ketiganya telah memasuki perkampungan Desa Kuripan dan berbelok kiri menuju Sungai Cisadane. Rumpun bambu tampak di kanan-kiri. Cuaca gelap melingkupi kawasan ini karena terhalang rumpun bambu. Begitu juga udara menjadi lembab. Disana-sini tampak air menggenang.
Jalanan itu dikenal sebagai Jalan Keramat. Disebut demikian karena disana ada dua buah makam yang dipercaya sebagai makam penyiar Islam asal Kesultanan Banten, Raden Suryajaya Dipa Manggala dan istri Nyai Mas Salamah. Sebuah bangunan tampak di ujung bawah yang mencirikan sebuah makam. Di sebelahnya tampak warung dan mushala. Itulah warung milik Abah Qosim, yang sudah 20 tahun tinggal di lokasi ini.
Di belakang warung sekaligus rumah tinggal ini pulalah terletak Sungai Cisadane. Jalan menuju kesana persis di belakang warung. Sebuah bukit dan lembah berada persis di pinggir Sungai Cisadane itu. pada pinggir sungai terlihat batu besar pipih. Mungkin itu sebagai tempat mencuci atau semacam pelabuhan kecil. Batu-batu kali aneka bentuk ditumpuk di dekatnya. Dari sinilah, salah satunya, penambangan pasir dan batu berasal.
MENGENAL PERKEBUNAN KAHOERIPAN (LANDGOED KOERIPAN)
Menurut catatan, kawasan ini dulu dibuka sebagai lahan perkebunan (landgoed) pertama kali pada 1790. Pada 1842, Willem van Gordon juga membuka perkebunan di lokasi ini setelah Adrianus Johannes Bik. Selama beberapa generasi, perkebunan (landgoed) itu dikelola oleh swasta hingga akhirnya diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda (Netherland Indies). Itu setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Persatuan Perusahaan Dagang Hindi-Timur.
Nasionalisasi oleh Pemerintah Hindia-Belanda itu dilakukan setelah VOC gulung tikar setelah hampir dua abad melakukan kegiatan dagang di Nusantara. Sejak didirikan pada 15 Maret 1602 hingga gulung tikar pada 31 Desember 1799, VOC telah melakukan bisnis proto-konglomerat dan perdagangan. Komoditi yang diperjualbelikan di antaranya rempah-rempah, sutera, keramik, logam, hewan ternak, padi, kedelai, tebu, anggur, kopi dan lainnya.
Perkebunan Koeripan atau Landgoed Koeripan awalnya hanya di sekitar kawasan Sungai Cisadane. Namun karena rumah tuan tanah (Landhuis) dipindahkan ke Parigi Mekar, Ciseeng, akhirnya perkebunan itu terbentang luas dari Rumpin (disebut Tjiboengboelang), Salabenda, Gunung Sindur (disebut Djampang Ilir), Ciseeng, Parung, Jampang dan Pondok Udik (disebut Djampang Oedik).
Penamaan perkebunan itu sebagai Koeripan atau Kahoeripan (Kahuripan) tidak lepas dari nama Kahoeripan di Jawa Timur. Kerajaan Medang Kahuripan diteliti oleh salah seorang tuan tanah (Landhuis) yang juga sejarawan. Bahkan, tuan tanah Landgoed Koeripan generasi keempat, yaitu Dr. Charles Olke van der Plas adalah seorang Sejarawan. Tulisannya mengenai sejarah Medang Kahuripan khususnya mengenai Bra Wijaya diterbitkan saat itu.
Perkebunan Kuripan mengelola tanaman kelapa, karet, padi dan komoditas penting perkebunan lainnya. Bahkan, lokasi ini pernah menjadi lokasi transaksi opium. Keletakannya yang berdekatan dengan Batavia (Jakarta) dan Tangerang, menyebabkan Landgoed Koeripan sebagai pintu masuk ke Buitenzorg (Bogor). Opium saat itu menjadi candu masyarakat. Sebuah tulisan diterbitkan pada 1902 untuk meneliti pengaruhnya di Perkebunan Koeripan. Alhasil, banyak kriminalitas muncul disebabkan oleh peredaran opium tersebut.
Pada tahun-tahun itu, jumlah penduduk Land Koeripan mencapai 11 ribu orang. Mereka terdiri dari orang Eropa, pribumi dan juga Tionghoa. Sebanyak 57 orang Tionghoa tinggal di sekitar Djampang Ilir (kini, Gunung Sindur). Merekalah yang aktif dalam melakukan bisnis perdagangan di kawasan ini. Bahkan, ketika keluarga Charles Olke van der Plas Sr. pindah ke Belanda karena pensiun (1908), merekalah yang mengelola rumah kongsi itu.
Pada 1845, Landgoed Koeripan ini dikelola oleh Charles Olke van der Plas Sr. alias orang tua dari Charles Olke van der Plas Jr. yang biasa disebut Van der Plas saja. Selain sebagai perkebunan, biasanya rumah tuan tanah (Landhuis) juga menjadi pusat pemerintahan alias kongsi. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila hingga saat ini Landhuis yang di Parigi Mekar Ciseeng itu dikenal oleh masyarakat setempat sebagai kongsi.
Luas perkebunan Koeripan mencapai 181 kilometer persegi. Hingga 1908, di kawasan itu tinggal sekitar 1000 orang pekerja/penduduk. Selain lahan pertanian, terdapat juga gunung kapur (kalkbergen) dan gua. Gua-gua ini digambarkan sebagai gua keramat sebagai tempat tinggal roh-roh, kandang kuda semberani, kuda gaib yang dongeng mengenainya tersebar luas.
Lingkungan yang terjal dan luas ini dimanfaatkan oleh anak-anak Van der Plas Jr. untuk menjelajahi alam, berjalan, memanjat dan memperoleh pengetahuan tentang ekosistem alam tersebut. Van der Plas menyukai jalan kaki, mendaki gunung, menunggang kuda, olahraga yang akan ia praktikkan sepanjang hidupnya. Pengetahuannya tentang alam, makhluk halus di gua dan lingkungan masa kecilnya, ia masukkan ke dalam puisi dan cerita.
Pekerja dari berbagai daerah di Nusantara menggarap perkebunan dimana ia dibesarkan. Anak-anak mereka juga tinggal di perkebunan dan bermain dengan anak-anak Van der Plas Sr. hal ini meletakkan dasar keterampilan sosial bagi Van der Plas Jr. Ia biasa bermain bersama anak-anak dari India, sehingga pengetahuannya mengenai bahasa-bahasa menjadi mningkat. Dia juga belajar agama, adat-istiadat dan budaya melalui permainan.
KELUARGA CHARLES OLKE VAN DER PLAS
Charles Olke van der Plas dilahirkan pada 15 Mei 1891 di Landhuis Koeripan (kini Kongsi Desa Parigi Mekar, Kec. Ciseeng) Bogor. Olke van der Plas merupakan generasi keempat yang menempati rumah itu sejak leluhurnya mengelola perkebunan Kahuripan/Kuripan. Selain perkebunan, pertambangan pun mulai dibuka disana. Gunung Kapur (kalkbergen) yang terdapat di sekitar sana menjadi bahan pembuatan semen dan untuk campuran sirih pinang.
Bahkan hingga 1938, banyak agen penjualan semen yang didominasi oleh orang Tionghoa/China. Mereka tersebar di berbagai kota di Indonesia. Nama-nama mereka adalah: Thaij Hin (Bandung), Tek Lio Ho, Giok Hie (Batavia, Jakarta), Firma Oeij Soen Hok & Zoon (Buitenzorg, Bogor), Pang In Koan (Garut), Sim Nam Hin (Padalarang), Jo Bo Goan (Pasar Senen), Lie Tek Piauw (Plered), Lim King Beng (Sumedang), Tio Sioe Tiang (Cianjur) dan Joen Hin Tjan & Co (Teluk Betung).
Ayah Charles Olke van der Plas Jr. adalah Charles Olke van der Plas Sr. (1845-1930), sedangkan ibunya adalah Freule Catharina Clifford Kocq van Breugel (1860-1935). Ibunya melakukan perjalanan pada musim gugur tahun 1889 ke Hindia-Belanda dan menikah dengan Charles Olke van der Plas Sr. pada akhir tahun 1889 itu juga di Batavia. Saudara laki-laki dan perempuan Charles Jr. juga lahir di perkebunan Koeripan yang dikelola oleh ayah mereka.
Ayah Charles Olke Jr. merupakan generasi ketiga yang tinggal di Landgoed Koeripan. Leluhur mereka berasal dari Belanda, dari Srilangka (yang sebelumnya pernah tinggal di Hadhramaut). Sedangkan leluhur ibunya berasal dari Angkatan Laut Belanda yang sebelumnya pernah ditugaskan di Anyer (Banten) dengan pangkat Letnan Satu.
Pengasuh keluarga Van der Plas, yaitu Catharina Elisabeth Stoerhaan alias Kitty atau dipanggil Aunt Kit juga menjadi salah satu faktor yang membentuk kepribadian anak-anak Van der Plas Sr. Kitty saat itu adalah gadis keturunan campuran berusia 20 tahun, bergabung dengan keluarga tersebut pada 1894 saat Van der Plas Jr. berusia tiga tahun.
CHARLES OLKE VAN DER PLAS MENITI KARIR
Charles Olke van der Plas Jr. kemudian memasuki dunia pendidikan menengah di Gimnasium Willem III di Batavia. Ini adalah satu-satunya sekolah menengah di Hindia-Belanda pada saat itu. ini merupakan sekolah umum setingkat HBS di Belanda. Ditujukan bagi mereka yang ingin melanjutkan studi ke universitas atau studi untuk menjadi pegawai negeri sipil eselon tinggi. Van der Plas diminta oleh Christian Snouck van Hurgronje untuk sekolah disini.
Van der Plas tinggal di Batavia dengan saudaranya, Charles Louis bersama induk semang selama sekolah menengahnya. Pada waktu akhir pekan, biasanya mereka pulang ke rumah di Landgoed Koeripan dengan menggunakan kereta api atau kereta kuda. Pemandangan yang dilihat sepanjang jalan kemudian ditulis dan dikirimkan kepada orang tuanya di Belanda.
Pada masa sekolah, ia juga bergaul dengan Raden Adipati Aria Muharram Wiranatakusuma (kemudian menjadi Bupati Bandung dan Ketua Paguyuban Pasundan), pada 1904-1910. Persahabatan semakin terjalin sejak periode ini. Van der Plas Jr. juga sering menginap di Bandung. Ia juga sering berada di lingkungan keturunan India dan Tionghoa. Hal ini ia uangkapkan dalam sebuah puisi di surat terakhir untuk istrinya, 1924.
Van der Plas Jr. merupakan siswa teladan di angkatannya yang terdiri dari 11 orang. Sedangkan J.H.A. Longeman, yang kemudian menjadi salah seorang menteri, meraih peringkat pertama dari 12 orang angkatannya. Dan, Van Mook menjadi juara pertama dari delapan orang angkatannya. Selain akademik, Van der Plas juga belajar keterampilan lain yang akan berguna ke depannya.
Pada 1918, Van der Plas Jr. kembali melanjutkan pendidikan di Leiden, Belanda. Disana juga ia bertemu dengan seorang gadis yang kemudian dinikainya pada tahun berikutnya. Putra pertama mereka lahir di Leiden, 1920. Sedangkan saat di Trentino (Italia) lahir lagi seorang putri. Setelah itu Van der Plas Jr. meniti karir dari bawah dalam usia 20 tahun.
Pertama-tama, Van der Plas Jr. ditugaskan sebagai staf Dinas Administrasi Hindia-Belanda (de Indische bestuurdients) khusus sebagai staf Administrasi Urusan Luar (administratief ambtenaar voor de Buitenbezittingen). Pulau Kangean, sekitar 60 kilometer sebelah timur Pulau Madura, menjadi tempat tugas pertama Van der Plas Jr. disana keterampilannya mulai terasah meskipun sempat mengalami sakit hingga harus mengambil cuti.
Van der Plas Jr. kemudian melanjutkan studi di Leiden Universiteit Belanda untuk kedua kalinya. Dia mengambil kajian mengenai sosial, budaya dan politik. Ini menjadi “cetak biru” target ke depannya bagi Van der Plas Jr. Sehingga dalam beberapa waktu kemudian, Dr. Charles Olke van der Plas dikenal sebagai seorang Sejarawan, Etnografer, dan tentu saja Islamolog yang –konon—hafal Al-Qur’an, menguasai bahasa Arab secara fasih serta Hadis.
Atas usulan dari Dr. Christian Snouck van Hurgronje, nama Dr. Charles Olke van der Plas kemudian ditetapkan sebagai Konsul Belanda di Jeddah. Selama lima tahun, Dr. Van der Plas bertugas di negeri-negeri Arab dan menjalin hubungan yang erat dengan berbagai kalangan, terutama dengan para pelajar Muslim Hindia-Belanda.
Setelah lima tahun menjadi Konsul di Jeddah, Dr. Van der Plas kemudian dipindahkan ke Batavia di Kantoor voor Inlandsche Zaken atau Jawatan untuk Urusan Bumi-Putra. Ini adalah cikal-bakal Departemen atau Kementerian Agama saat ini. Dengan penguasaan bahasa Arab, hafal Al-Qur’an dan Hadis, Dr. Van der Plas dapat menangani masalah-masalah itu dengan baik.
Misalnya, saat diserahi tugas sebagai Ketua Recomba / Gubernur Belanda di Jawa Timur, Dr. Van der Plas menyampaikan pidato dalam bahasa Arab. Dalam Konferensi Alim-Ulama Jawa Timur di Surabaya pada 25-26 Desember 1947, ia membentuk Dewan Islam yang beranggotakan para ulama yang menjadi penghulu pemerintah Belanda. Dewan Islam itu diketuai oleh Kiai Nur Jasin dari Malang.
Berikutnya di Mojokerto pada 21-23 Februari 1948, Dr. van der Plas memamerkan kehebatannya dalam bahasa Arab. Dia menyebut bahwa konferensi ini adalah sebuah fi’il atau perbuatan nyata yang tergolong amal. Karena itu konferensi akan mendapat pertolongan Allah.
Recomba sendiri adalah singkatan dari Regerings commissaris voor Bestuurs aangelegenheden atau sebuah pemerintahan darurat versi Belanda yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal Hubertus van Mook dan merupakan tandingan dari pemerintahan Republik Indonesia pada masa revolusi. Selain di Jawa Timur, Recomba juga dibentuk di Jawa Tengah, Pasundan & Batavia, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
BEBERAPA KARYA DR. CHARLES OLKE VAN DER PLAS
Selain dalam bentuk buku-buku hasil penelitian, karya pemikiran Dr. Charles Olke van der Plas juga dalam bentuk puisi atau sastra. Latar belakang hidup di Landgoed Koeripan sebelumnya yang komplek, menjadi bahan untuk tulisan-tulisannya. Beberapa judul buku yang pernah ditulisnya disebutkan di bawah ini.
1. Plas, Ch.O. van der, Bra Widjaja (Amsterdam 1951).
2. Plas, Ch.O. van der, Doch de meeste van deze is de Liefde Boroboedoer en Mendoet (Deventer 1951).
3. Plas, Ch.O. van der, ‘De maatschappelijke, cultureele en politieke ontwikkeling van Insulinde in heden en toekomst’, Koloniaal Tijdschrift 8 (1919) 557-594 en 661-697.
4. Plas, Ch.O. van der, ‘Rabindranath Tagore’s denkbeelden over “education”’, Koloniaal Tijdschrift 9 (1920) 665-673.
5. Plas, C.O. van der, ‘Rabindranath Tagore’s denkbeelden over “education”’, Hollandsche Revue, 25 november 1921.
6. Plas, Ch.O. van der, Rapport betreffende de neutralisering en bestrijding van revolutionaire propaganda onder de inheemsche bevolking, in het bijzonder van Java en Madoera (Batavia 1928).
7. Plas, Ch.O. van der, ‘Verkrijging van Inlandsch bezitsrecht op grond door Indo Europeanen’, De Stuw 1-15 (15 oktober 1930) 1-3.
8. Plas, Ch.O. van der, ‘Doelstelling in de Indische politiek’, Koloniaal Tijdschrift 20 (1931) 90-95.
9. Plas, Ch.O. van der, ‘De Arabische gemeente ontwaakt’, Koloniaal Tijdschrift 20 (1931) 176-185.
10. Plas, Ch.O. van der, ‘Coördinatie van welvaartsdiensten’, Koloniaal Tijdschrift 22 (1933) 3-4.
11. Plas, Ch.O. van der, ‘The battle against illiteracy, Appendix’ in: Raden Loekman Djajadiningrat, From illiteracy to university. Educational development in the Netherlands Indies (Quebec 1942) 65-68.
12. Plas, Ch.O. van der, Nationalism in the Netherlands Indies, Netherlands-Netherlands Indies Council, Institute of Pacific Relations (Quebec 1942).
13. Plas, Ch.O. van der, ‘What Tagore means to me’, United Asia. International Magazine of Afro-Asian Affairs 14-6 (1962).
Sedangkan untuk puisi atau syair, biasanya ditulis dan dikirimkan dalam momen spesial untuk orang yang spesial juga. Di antaranya untuk istrinya dan juga teman-teman karib lainnya. Contoh puisi di bawah ini menggambarkan suasana hati Dr. Charles Olke van der Plas dengan tepat ketika mengenang masa-masa kecilnya dan bergaul dengan berbagai kalangan.
“Een mildheid zonder woorden heeft mijn hart verzoet
Als was ik weer een kind geworden, dat alleen
Maar liefde ondervonden heeft en meent dat goed is heel de opgetogen wereld om het heen”
“Ik weet het wonder weer van mijnen kindertijd
Als om mij heel de aarde lag ten feest bereid
En alle dingen droegen als een sprookjesschijn
Het middaggoud zoo’n gloed van in-gelukkig zijn.
Dat ik op bloote voeten op mijn teenen ging
Dat geen gerucht zou breken de betoovering.
—o0o—
Catatan:
*) Selesai ditulis pada Senin, 27 November 2023 pkl. 15:41 WIB di Griya Carani “DAAR EL-JUMAAN” Kemang, Bogor.
**) Penulis merupakan Pembina Nasional Forum Mahasiswa Studi Agama-Agama se-Indonesia (FORMASAA-I) Jakarta dan Direktur Pusat Kajian Manuskrip Islam dan Filologi (PKMIF) Ambon, Maluku.