Hegemoni dalam Ruang Kehidupan

Oleh: Abah Yayat

Ruang kehidupan atau dunia adalah arena perebutan hegemoni dan dominasi. Dalam ruang ini, terdapat berbagai dimensi, mulai dari ruang individu, ruang keluarga, ruang kelompok, ruang masyarakat, hingga ruang politik. Di antara semua itu, ruang politik (kekuasaan) memiliki peran menentukan dalam mengatur bagaimana hubungan dan interaksi antar ruang tersebut seharusnya dijalankan.
Ruang individu hadir secara alami tanpa kita minta. Ruang keluarga terbentuk melalui pilihan pasangan yang didasarkan pada rasa suka dan cinta. Ruang kelompok dibangun atas dasar kesamaan, baik dalam hal ras, suku, bahasa, maupun agama. Sementara itu, ruang politik muncul berdasarkan kesepakatan bersama yang diwujudkan melalui prosedur tertentu. Prosedur inilah yang menciptakan kewajiban bagi kita untuk tunduk dan patuh terhadap penguasa yang terpilih.
Namun, pertanyaan penting yang harus diajukan adalah: apakah ruang kehidupan yang kita jalani saat ini sudah sesuai dengan harapan atau justru sebaliknya? Ruang kehidupan secara luas sangat dipengaruhi oleh ruang politik. Siapa yang berkuasa akan menjadi pemegang kendali ruang kehidupan, menentukan tujuan, jalan, dan arah yang harus kita tempuh.
Apabila tujuan yang ditetapkan benar, maka jalan yang ditempuh akan baik, dan arah yang dituju akan membawa kebaikan. Sebaliknya, jika tujuannya keliru, jalan yang dibangun akan penuh dengan kekeliruan, dan arah yang ditunjukkan pun akan menyesatkan.
Tertata atau kacaunya ruang kehidupan, damai atau sengsaranya masyarakat, serta sejahtera atau terpuruknya penghuni ruang kehidupan, sangat ditentukan oleh bagaimana kekuasaan dijalankan. Kekuasaan menjadi cerminan wajah ruang kehidupan secara keseluruhan.
Ruang kehidupan yang kini sering kali terasa kacau, dengan tujuan, jalan, dan arah yang tidak jelas, memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana kekuasaan itu diraih dan dipertahankan. Secara moral dan etika, kita harus menilai apakah kekuasaan tersebut diperoleh dengan cara yang benar, baik, dan tepat, atau justru dengan cara yang salah, buruk, dan keliru.
Cara memperoleh kekuasaan akan menentukan wajah kekuasaan itu sendiri. Apabila kekuasaan diraih dengan melanggar moral dan etika, maka pembentukan dan pemeliharaannya pun akan jauh dari nilai-nilai tersebut. Kekuasaan yang tidak berlandaskan moral dan etika hanya akan melahirkan penguasa yang tidak dapat diandalkan untuk menepati janji-janji manisnya.
Kekuasaan sering kali menjadi arena perlombaan yang penuh intrik, tempat orang-orang yang haus kekuasaan terus bertikai tanpa akhir. Di dalamnya, mereka yang memiliki modal besar bersaing dengan cara saling menjatuhkan. Kekuasaan menjadi permainan yang penuh tantangan, drama, dan kejutan. Dalam politik, segala sesuatu menjadi mungkin, hingga para pelakunya rela menanggalkan moral dan etika. Kelicikan, tipu daya, dan manipulasi menjadi senjata utama para politisi untuk mencapai kekuasaan.
Inilah sisi gelap kekuasaan, yang terus memadamkan nyala kecil harapan akan perubahan dan perbaikan.

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *