bogorOnline.com
Dilansir dari salah satu media online nasional, selama di Bandung, nama Bung Karno menjadi buah bibir di masyarakat. Terlebih setelah ia dan sejumlah rekannya mendirikan Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927. Sejak itu, Bung Karno makin gencar melancarkan propaganda di seluruh penjuru Bumi Parahyangan.
“Di tiap daerah itu aku berpidato sekali dalam seminggu, sehingga aku diberi julukan sebagai “Singa Podium”. Kami tidak mempunyai pengeras suara, karena itu aku harus berteriak sampai parau,” tutur Bung Karno dalam buku otobiografinya.
Setiap Bung Karno berpidato, rakyat sangat antusias untuk mendengarkan. Mereka tidak saja dari daerah Bandung, melainkan datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar Jawa.
“Sayang, di antara pendengarku semakin banyak anggota polisi (intel Belanda). Mereka selalu berada di mana saja, kalau aku berpidato dan menguraikan siasatku dengan teliti,” kata Bung.
Meski demikian, Bung Karno tidak marah kepada intel Belanda. Sebaliknya, Bung Karno bersikap ramah dan sesekali iseng mengerjai mereka. Dan, suatu ketika, Bung Karno dibuntuti dua intel saat sedang naik sepeda di pinggiran Kota Bandung. Mereka juga naik sepeda.
Tidak kehilangan akal, Bung Karno membaringkan ontelnya di atas rumput pinggir sawah. Ia kemudian jalan di pematang sawah menuju rumah temannya. Intel Belanda itu pun kalang kabut, karena sesuai aturan, mereka tidak boleh meninggalkan sepeda sembarangan.
Di sisi lain, mereka harus menjalankan kewajibannya menguntit Bung Karno. Apa boleh buat, mereka memanggul sepedanya di pematang sawah. Melihat mereka kerepotan, Bung Karno senang bukan main. Ia mempercepat langkahnya sembari cekikikan sendiri.
“Kami adalah pelopor-pelopor revolusi. Bersumpah untuk menggulingkan Pemerintah. Dan Sukarno, (bagi mereka) menjadi duri yang paling besar,” cerita Bung.(rul)