Elektabilitas Pasangan Rindu Tertinggi di Tiga Lembaga Survei

Bandung – Pelaksanaan Pilkada Jawa Barat 2018 tinggal empat bulan lagi. Empat pasang calon kini tengah giat merebut hati masyarakat Jabar lewat kampanye yang mereka lakukan.

Keempat pasang calon (berdasarkan nomor urut) tersebut yakni pertama, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul (Rindu) yang diusung Nasdem, PPP, Hanura, dan PKB. Kedua, Tb Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah) yang diusung PDI-P.

Ketiga, Sudrajat-Akhmad Syaikhu (Asyik) yang didukung PKS dan Gerindra. Terakhir, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (2 DM) yang diusung Demokrat dan Golkar.

Mereka kini memasuki tahapan kampanye dengan berbagai model. Menilik survei terbaru dari tiga lembaga yaitu Indo Barometer, Cyrus Network, dan Instrat, elektabilitas keempat pasangan belum banyak berubah.

Pasangan Rindu masih menguasai panggung disusul pasangan 2 DM, sedangkan Hasanah dan Asyik, masih tertinggal jauh.

1. Indo Barometer

Seperti hasil survei Indo Barometer yang dirilis 13 Februari 2018. Indo Barometer mencatat elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul sebesar 44,8 persen.

Posisi kedua ditempati pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (2DM) dengan 27,9 persen. Pasangan TB Hasanudin- Anton Charliyan (Hasanah) dengan 1,0 persen dan pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu 0,9 persen.

“Terhadap elektabilitas posisi saat ini memang berada di persaingan kuat antara pasangan Rindu dan 2DM. Yang paling tinggi memang 44,8 persen ada di pasangan Rindu,” ujar peneliti Indo Barometer Asep Saepudin di Bandung, belum lama ini.

Meski demikian, untuk tingkat popularitas dan kesukaan secara individu calon gubernur, nama Deddy Mizwar masih menempati posisi tertinggi dengan 97,1 persen diikuti Ridwan Kamil 88,8 persen, Sudrajat 11,1 persen, dan TB Hasanudin 10, 6 persen.

Untuk tingkat popularitas dan kesukaan calon wakil gubernur Dedi Mulyadi menempati posisi teratas dengan 67 persen diikuti Uu Ruzhanul Ulum 43, 9 persen, Ahmad Syaikhu 18,6 persen dan Anton Charliyan 15,6 persen.

2. Instrat

Hasil serupa diperlihatkan Indonesia Strategic Institute (Instrat). Social Analyst Instrat, Adi Nugroho mengatakan, pemilik elektabilitas tertinggi dengan perolehan 25,6 persen adalah pasangan Rindu. Kemudian disusul 2DM dengan 24,1 persen.

Dua pasangan lainnya, Sudrajat-Ahmad Syaikhu memiliki tingkat elektabilitas hanya 2,1 persen dan TB Hasanudin-Anton Charliyan 1,9 persen.

Adi menjelaskan, dengan angka ini, pertarungan Pilkada Jabar 2018 hanya milik pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.

Survei Instrat dilakukan di 27 kabupaten kota, 225 kecamatan di Jawa Barat pada tanggal 27 Januari hingga 30 Januari dengan jumlah responden 1.800 orang. Adapun margin error-nya plus minus 2,3 persen.

3. Cyrus Network

Begitupun dengan Cyrus Network. Pada 16-22 Januari 2018,Cyrus Network melakukan survei opini publik yang melibatkan 1.000 responden menggunakan teknik multistage random sampling dengan margin of error 3,1 persen.

Hasilnya, elektabilitas Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) menempati peringkat tertinggi sebesar 45,9 persen. Kemudian pasangan 2DM (Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi) dengan tingkat keterpilihan sebesar 40,9 persen.

Adapun dua pasangan lain, elektabilitasnya masih rendah yaitu Sudrajat-Syaikhu (5 persen), dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan (2,5 persen).

Dari tiga hasil survei itu, elektabillitas pasangan Rindu dan 2DM lebih tinggi dibanding dua paslon lainnya. Dengan angka tersebut, kedua pasangan tersebut bisa menang jika Pilgub Jawa Barat digelar hari ini.

Namun Pilkada Jabar akan berlangsung Juni 2018. Itu artinya, ada waktu sekitar 4 bulan bagi Sudrajat-Ahmad Syaikhu dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan mengejar elektabilitas. Walaupun perjuangan kedua pasangan itu lebih berat dibanding dua pasangan lainnya.

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengatakan, jika melihat survei Cyrus Network, Sudrajat-Syaikhu baru mengantongi elektabilitas 5 persen, sedangkan TB Hasanuddin-Anton Charliyan 2,5 persen.

Untuk paslon yang masih sedikit dukungannya tadi dengan popularitas 28,4 persen (Sudrajat-Syaikhu) dan 25,3 persen (Hasanuddin-Anton), tetapi efisiensi sudah lebih dari 90 persen. “Jadi ini sebetulnya ruang menambah elektabilitas sangat mungkin,” kata Philips.

Philips mencontohkan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat pencalonan Pilpres 2004. Dalam sejumlah survei, elektabilitas SBY saat itu hanya di kisaran 7 persen.

“Tetapi karena kampanyenya yang efektif dan efisien, dia bisa menang,” kata Philips.

Di sisi lain, tingkat kemantapan responden yang disurvei Cyrus Network masih rendah di level 30,3 persen.

Selain itu, sambung Philips, pemilih di Jabar adalah pemilih yang mudah pindah ke lain hati. Itu terlihat dari pemilihan legislatif 1999. Saat itu, PDI-P memeroleh suara terbanyak.

Lima tahun berikutnya dimenangkan Golkar dan di 2009 giliran Demokrat. Berubah kembali di 2014, Gerindra memimpin dengan perolehan suara terbanyak.

Bahkan di Pilkada Jabar 2012, lanjut Philips, survei elektabilitas tertinggi dimiliki Dede Yusuf. Namun suara berpindah dan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar yang keluar sebagai pemenang.

“Segala sesuatu masih mungkin. Persis Pilkada 2012, berbagai survei tertinggi Dedi Yusuf. Tetapi ternyata suara pindah dan dia kalah. Peluang besar masih untuk semua calon,” katanya.

Wawuh, wanoh, dipilih

Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf mengatakan, dalam memilih seorang pemimpin ada beberapa tahapan yang dilakukan orang Sunda.

Pertama wawuh atau kenal. Setelah mengenalnya, kemudian wanoh atau akrab. Baru setelah akrab disukai dan dipilih.

“Pola orang Sunda begitu, wawuh, wanoh,terus disukai baru dipilih. Saat ini, baru memasuki tahapan wawuh, mengenal dulu para calon, visi misinya seperti apa, dan lainnya,” ungkapnya kepada media, Senin (27/2/2018).

Karenanya, hasil survei elektabilitas saat ini belum menunjukkan siapa pemenang Pilkada Jabar 2018. Sebab, setiap hari angka itu terus bergerak hingga saatnya pencoblosan. Itu artinya, berbagai kemungkinan masih bisa terjadi.

“Seseorang menentukan pilihannya itu biasanya 1 minggu bahkan beberapa hari sebelum pencoblosan. Jadi di masa mengambang seperti sekarang, masyarakat belum menentukan pilihan,” ucapnya.

Asep mengingatkan, elektabilitas sekarang baru menggambarkan figur, belum ke program hingga visi misi. Saat petugas survei bertanya, apakah anda mengenal calon tertentu, masyarakat menjawab siapa yang dikenalnya.

“Baru sebatas itu, belum bisa menggambarkan potensi menang pasangan tertentu. Yang pasti saya berharap masyarakat memilih calon pemimpin yang sangat tahu Jabar, pro Jabar, peduli pada Jabar,” tuturnya.

Mengenai pemilih yang mudah goyah, dia mengatakan, sebanyak 30 persen masyarakat di perkotaan mudah goyah dalam menentukan pilihan. Hal itu salah satunya disebabkan mobilitas yang tinggi.

Namun yang harus diingat, 70 persen masyarakat pedesaan bukan orang yang mudah goyah. Untuk mendapatkan hati pemilih Sunda, kuncinya ada pada wawuh, wanoh, disukai, maka akan dipilih.

Asep menilai, pasangan Hasanah paling berat dalam Pilkada Jabar 2018 jika hanya mengandalkan mesin partai PDI-P. Sebab hingga kini belum terlihat segmen mana yang sudah pasti memilihnya.

“Ridwan Kamil jelas segmennya. Kaum milenial, pengguna medsos, orang-orang kreatif, perempuan, dan ibu-ibu menjadi segmennya Ridwan Kamil,” ucapnya.

Segmen dua DM ada pada budaya Sunda dan segmen pasangan Asyik ada pada kelas menengah ke atas di Pilgub Jabar 2018.

“Yang belum jelas Tb Hasanuddin-Anton. Karenanya pasangan ini perlu mengajak tokoh yang bisa menarik pemilih,” tutupnya. (di)

sumber : Suarajabarsatu.com

ARTIKEL REKOMENDASI