BOGORONLINE.com, Babakan Madang – Direktur sekaligus pemilik PT. Green Construction City, Ahmad Hidayat Assegaf alias Habib, mengaku merasa dirugikan dengan perseteruan duo kepemilikan PT. Tjitajam. Habib menyebut perseteruan antara kubu Ponten Cahja Surbakti dan kubu Rotendi di kepemilikan PT. Tjitajam, juga memantik kemarahan PT. Bahana yang membeli aset mereka pada tahun 2003 di pelelangan Bank Century.
“Jadi yang berseteru mereka, yang rugi saya dan konsumen. Saya rugi material dan imaterial, jelas banget saya rugi,” kata Habib kepada wartawan di bilangan Sentul City, Kabupaten Bogor, Rabu (19/02/2020) malam.
Habib mengatakan kerugian yang menimpanya, pertama akibat perseteruan itu banyak konsumennya merasa cemas dan calon pembeli yang sudah booking pun membatalkan perjanjian. Lalu kerugian lain yang dia rasakan, ialah persepsi negativ dari pihak luar.
Habib menyebut kerugian itu dia rasakan dengan status dia sebagai pemilik sah dari lahan tersebut, juga brand perusahaan yang dia klaim sejak berdiri perusahaannya tidak pernah main-main apalagi mengkhiati konsumen. Bahkan Habib mengaku pernah mendapat penghargaan.
“Muncul lah kegaduhan ini, semuanya rusak dan saya akan menuntut keadilan untuk ini,” tegas Habib.
Perseteruan PT. Tjitajam antara kubu Ponten Cahja Surbakti dan kubu Rotendi, Habib menyebut seharusnya tidak melibatkan nama perusahaan dan perumahaan yang dia bangun. Alasannya Habib mengatakan dia membangun perumahaan Green Citayam City (GCC) di atas lahan 50 hektar, sudah sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. Pertama dia membeli lahan secara sah, bahkan dari kedua pemilik yang kini tengah berseteru. Kedua saat sebelum membangun perumahaan itu, dia sudah cross chek ke semua instansi terkait termasuk perbankan.
“Dan semua tidak ada masalah. Gila kali saya bangun rumah di tanah sengketa. Sederhana, saya lurus-lurus aja tanpa mengambil hak orang. Ni buktinya,” ujar Habib sambil menunjukan buku yang dia sebut sebagai bukti kepemilikan lahan dan legal administrasi.
Lalu setelah dia membangun perumahan dan sudah berjalan hampir tiga tahun dan tiba-tiba ada yang klaim, Habib mengatakan awalnya santai menanggapi kericuhan tersebut. Namun lama tak angkat suara, perseteruan pun menyeret nama dan perumahannya dan juga mengganggu kenyamanan konsumennya, Habib mengaku berang. Sehingga dia menghubungi PT. Bahana, yang mana dia membeli lahan darinya. Selain menghubungi PT. Bahana, Habib mengaku mengaku menghubungi juga instansi-instansi di lingkup Pemerintahan Kabupaten Bogor yang mengurusi proyeknya tersebut.
“Mereka pun mengaku berang dan sepakat akan mengambil langkah hukum. Kita lawan, karena ini merugikan semua,” ujarnya.
Perseteruan PT. Tjitajam dalam memperebutkan hak dan klaim atas lahan seluas total 160 hektar dengan enam sertifikat itu, menurut Habib tiga diantaranya sudah dia beli. Namun karena terjadi perseteruan di PT. Tjitajam, niat dia yang ingin membebaskan semua dia urungkan dan dia batalkan. Lalu habib menyebut saat ini dirinya akan fokus mengambil hak dan menuntut keadilan. Sehingga dia dan PT. Bahana selaku penjual lahan kepada Habib, sudah membuat laporan ke Bareskrim Polri.
“Tidak hanya PT. Tjitajam tapi semua yang terlibat di sini kami laporkan dan prosesnya kini ditangani kuasa hukum saya, termasuk media yang memberitakan sepihak dan menyudutkan saya sudah laporkan ke 8 kementerian dan Dewan Pers,” tandasnya.
Kuasa hukum PT. Tjitajam versi Rotendi, Reynold Thonak, membenarkan adanya pelaporan kepolisian terhadap kliennya oleh PT. GCC. Namun Reynold menyebut laporan itu lucu dan terkesan mengada-ada, karena alasannya Reynold menyebut PT. GCC kalah gugatan perdata, kok lapor Polisi.
Reynold juga mengatakan terus Polisinya pertanyakan lagi kenapa ajukan gugatan, kenapa ada sita jaminan. “Lah ini kan lucu,” kata Reynold sambil mengatakan pengajuan gugatan perdata yang dilakukan kliennya, itu hak semua orang jika merasa dirugikan. Kemudian menang atau kalah itu pertimbangan Hakim yang mengadili termasuk mengabulkan sita jaminan. (*)