BOGORONLINE.com, Kota Bogor – Wali Kota Bogor, Bima Arya didampingi perwakilan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Persiapan Program Penguatan Puskesmas di Jawa Barat, di ruang kerjanya, Balai Kota Bogor, Selasa (26/1/2021).
Rakor dipimpin langsung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil secara virtual dan diikuti pemerintah daerah seluruh Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengajak semua daerah di Jawa Barat untuk menggeser energi dan peran pihak terkait dalam menangani Covid-19 ke puskesmas.
“Saya tahu puskesmas sudah melakukan, namun menurut saya belum terkonsepkan, terkoordinir dan terteorikan secara komprehensif. Sementara program ini saya namakan Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA). Kepada kepala daerah kami mohon untuk mencari akal untuk membiayai program PUSPA ini,” kata Kang Emil sapaan akrabnya.
Kang Emil menyatakan saat ini Pemprov Jabar hanya sanggup membiayai Rp 80 Miliar yang diperuntukkan bagi 100 puskesmas di 12 kota / kabupaten yang memiliki jumlah kasus konfirmasi, suspek, kontak erat dan probable aktif terbanyak.
Adapun anggaran yang diberikan kepada puskesmas melalui Program Penguatan Puskesmas, rinciannya penggunaannya sebanyak 68,1 persen akan digunakan untuk APD, testing dan KIE KIT.
Kemudian 2,3 persen untuk pelatihan, 24,2 persen untuk SDM dan 5,4 persen untuk alih fungsi isolasi komunitas.
Terpisah, Wali Kota Bogor, Bima Arya menyatakan kurang sepakat jika lonjakan kasus positif Covid-19 yang cukup tinggi pasca tahun baru hingga saat ini, disebabkan dampak dari libur panjang.
Dia berpendapat, lonjakan kasus positif Covid-19 lebih disebabkan sistem yang ada kurang mampu untuk meningkatkan kapasitasnya dalam hal testing, tracing dan treatment (3 T).
“Sekarang kita melihat lonjakan di rumah sakit, hal itu karena warga terpaksa atau dipaksa untuk dirawat di rumah, padahal kondisi dirumah tidak memungkinkan. Kedua, kurang maksimal dalam hal surveilans atau penelusuran kontak erat. Saya kira sistem inilah yang lemah dimana-mana, termasuk di Kota Bogor,” katanya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menargetkan setiap satu kasus positif Covid-19 dilakukan penelusuran 20 kontak erat. Namun jika dalam satu hari ada 100 kasus, maka ada 2.000 kontak erat yang harus di test.
Sementara tim surveilans yang ada tidak akan mampu melakukan 3 T secara maksimal akibat keterbatasan, lemah baik secara jumlah maupun stamina, termasuk alokasi anggaran dan lain sebagainya.
“Dampaknya kontak erat banyak yang lolos dan warga banyak yang tidak terfasilitasi,” ujar wali kota.
Program penguatan puskesmas untuk menguatkan sistem disambut baik jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan insentif untuk menguatkan sistem yang ada.
Kota Bogor lanjut Bima Arya telah mendapatkan bantuan tenaga surveilans dari BNPB sebanyak 96 personil yang seharusnya fokus melakukan penelusuran. Sebab, pada implementasinya terbagi-bagi antara unit lacak dan unit pantau.
“Konsentrasi mereka terbagi tidak hanya melacak kontak erat tapi juga memonitor warga yang sedang menjalani isolasi. Saya kira disini kuncinya jika kita bicara penguatan sistem. Tinggal nanti secara teknis definisi dan kriteria rekrutmen serta tupoksinya sejauh mana,” tuturnya.
“Penting juga untuk membagi antara unit lacak dan unit pantau agar bisa maksimal. Rasio kontak erat itu bisa benar-benar sesuai target dan yang isolasi juga terpantau maksimal,” paparnya. (*)