Bandung, Bogoronline.com – Jawa Barat belajar dari dua provinsi di Jepang dalam memulihkan ekonomi di masa pandemi COVID-19. Kedua provinsi atau prefektur itu yakni Prefektur Shimane dan Prefektur Prefektur Shizuoka.
Pertukaran ilmu dan pengalaman terjalin dalam Webinar Indonesia – Japan Knowladge Exchange Seminar yang diselenggarakan Rabu (27/10/2021). Webinar diinisiasi Lembaga Administrasi Negara bekerja sama Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, serta J.CLAIR Singapore.
Dua pembicara dari Jepang memaparkan inovasi peningkatan ekonomi di masa pandemi, yaitu pengembangan pariwisata daring di Prefektur Shimane dan penggunaan mata uang lokal di Prefektur Shizuoka.
“Penggunaan mata uang lokal di daerah dimaksudkan agar perputaran ekonomi terlokalisasi hanya di daerah saja. Kami menggunakan mata uang lokal dalam bentuk uang digital, bekerja sama dengan toko-toko yang ada di kota” kata Yamamoto Tomoya, Chief of Commerce and Industry Planing Department, Shizuoka Prefecture.
Menurut Yamamoto, penggunaan mata uang lokal digital memudahkan transaksi dan mendapat sambutan maayarakat serta pelaku usaha.
Sementara itu inovasi lain dilakukan dalam dunia pariwisata di Prefektur Shimane dengan menggelar wisata daring secara langsung.
“Kami tawarkan paket kepada masyarakat berwisata virtual secara live atau siaran langsung. Sebelum tur kami kirimkan terlebih dahulu produk makanan lokal kepada peserta agar sambil tur virtual bisa sambil memikmati produk lokal,” ujar Kuwasawa Yusuke, Tourism Promotion Division Commerce Industry and Labour Department Shimane Prefecture.
Menurut Kuwasawa, cara itu berhasil mendongrak penghasilan produsen lokal dan pariwisata setempat karena peminatnya semakin banyak.
Pembicara lainnya Ketua Harian Komite Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jabar, Ipong Witono. “Intinya prinsip yang dipegang Gubernur adalah, semua masyarakat Jabar adalah aktor pemulihan ekonomi dengan cara taat pada protokol kesehatan” kata Ipong.
Menurut Ipong, dengan pandemi masyarakat sebagai subyek dituntut menemukan inovasi baru dalam menjalankan roda kehidupannya termasuk sektor ekonomi. Masyarakat menjadi pelaku utma pemulihan dengan koridor kebijakan yang diberikan oleh pemerintah provinsi.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPRD Jawa Barat Erni Sugiyanti mengatakan bahwa hari ini digitalisasi menjadi sebuah keharusan.
“Persoalan digitalisasi kemudian juga persoalan mata uang yang penggunaan rupiah jika disini dan disana menggunakan yen, itu sudah keharusan mau tidak mau memang kita harus menghadapi itu semua dan memang sudah eranya daerah digitalisasi kemudian juga seperti wisata virtual karena juga memang kondisinya masih mengkhawatirkan dan menaikan angka Covid kembali, wisata virtual paling mungkin yang bisa dilakukan untuk kemudian mengisi ruang Pariwisata dan perbaikan ekonomi,” ujar Erni, Senin (01/10/2021).
Legislator Partai Kebangkita Bangsa (PKB) ini justru mengingatkan sektor yang dikhawatirkan justru luput yaitu kebutuhan penguatan fundamental ekonomi, persoalan UMKM bukan persoalan yang mudah untuk di Jawa Barat.
“Artinya memang tidak adanya kunjungan Pariwisata maupun banyak kunjungan bisnis ke Jawa Barat itu juga memang sangat mempengaruhi, itu tetap dilakukan tetapi kemudian kerja sama yang berbentuk digitalisasi ataupun virtual itu tetap dilakukan juga,” ungkap Erni.
Menurutnya, suka tidak suka hari ini Pemprov Jabar terlalu banyak tekanan untuk urusan ekonomi yang semua pihak mengetahui bahwa APBD turun drastis dari 41 trilun dan hanya menjadi 30 triliun lebih.
“Ada banyak pembangunan yang seharusnya merupakan penunjang dari perbaikan ekonomi terpaksa tidak dilaksanakan dan dialihkan kepada strategis, seperti urusan kesehatan dan pendidikan,” tuturnya.
Hal ini menjadi kekhawatiran bersama dan ini butuh semua stakeholder duduk bersama kemudian membincangkan hal yang krusial ini bersama, dan salah satunya menurut politisi daerah pemilihan Kabupaten Bogor ini yang harus disupport adalah urusan UMKM.
“Karena masyarakat Jawa barat presentasenya sangat tinggi yang bekerja di sektor UKM, ini penting bukan hanya sekedar misalnya kunjungan virtual tetapi juga disamping virtual ini juga ada yang dijual oleh kedua negara untuk memaksimalkan potensi masing-masing negara,” pungkas Erni Sugiyanti.