BOGORONLINE.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor mendukung Komunitas Penabulu-STPI (Stop TB Partnership Indonesia) untuk menekan angka Tuberkulosis (TBC) di wilayah Kota Bogor.
Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kota Bogor H. Muaz HD usai menghadiri pertemuan komunitas dan pemangku kepentingan jejaring Distric Public Private Mix (DPPM) untuk optimalisasi pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) terkait layanan TBC Kota Bogor di Hotel Bogor Valley, Selasa (6/12/2022).
“Ya, tentu DPRD jika masalah itu (TBC) menimbulkan korban yang meluas, maka harus menjadi perhatian kita. Terus terang saja saya baru mendapatkan informasi perihal TBC dan kita siap dan harus memberikan dukungan kepada kegiatan ini untuk menekan korban lebih banyak,” kata Muaz.
Ia menambahkan, apabila warga sudah terkena TBC akan menurunkan produktivitas, bahkan menurunkan kesejahteraan keluarga, terlebih jika yang sakit adalah kepala keluarga. Pun jika anak-anak yang terkena TBC itu menimbulkan masalah misalnya ke sekolah dikhawatirkan penyebarannya akan lebih cepat dan meluas.
“Bukan melarang ke sekolah, tetapi harus ada perlakuan, sehingga itu untuk menekan tingkat penularan TBC. Nah, untuk orang tua harus ada penyuluhan dan pengobatan sampai sembuh, ini juga untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga. Maka faktor-faktor yang menghambat kesejahteraan masyarakat harus ditekan seminimal mungkin,” kata Muaz.
Ditempat yang sama, Program Staff Implementing Unit (IU) Kota Bogor, Sarah Anggiani mengatakan, Penabulu-STPI adalah sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang mendapatkan dana CSR dari The Global Fund dengan program secara nasional termasuk di Kota Bogor ada IU.
Di Kota Bogor, pihaknya telah berjalan sejak tahun 2021 dan juga kolaborasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor khususnya program penyakit menular bersama Wakil Supervisor (Wasor TB). Sekarang ini akan berkolaborasi dengan DPRD Kota Bogor khususnya komisi IV DPRD Kota Bogor.
“Alhamdulillah hadir dari Banggar DPRD Kota Bogor H. Muaz HD. Ini satu tahun ada banyak agenda, kami bersama jejaring DPPM atau kolaborasi antara pemerintah dengan swasta. Jadi rumah sakit se-Kota Bogor berkolaborasi bersama kami baik swasta maupun RS daerah,” terangnya.
Dalam kegiatan selama tiga hari ini, kata Sarah, ada juga diisi dengan pemberian motivasi dari Dokter Spesialis Virus dr. Panji tentang TPT, yaitu terapi pencegahan TB atau pemberian obat terhadap keluarga pasien yang tidak sakit.
“Jadi banyak sekali penolakan karena menganggap kenapa orang sehat harus diberikan obat, makanya akan diadakan workshop perihal itu kepada 25 Puskesmas di Kota Bogor. Kalau hari ini diundang empat Rumah Sakit (RS) dari RS PMI dan Melania dari swasta, sementara itu RS pemerintah-nya Marzuki Mahdi dan RSUD Kota Bogor,” terangnya.
Pihaknya saat ini memiliki 68 kader dengan satu kelurahan satu kader. Kader ini merupakan kader dari Dinkes Kota Bogor. Namun bedanya, para kader ini setiap turun ke masyarakat mendapat reward dari Penabulu.
“Dilapangan kader melakukan penyuluhan, kemudian mengecek spesimen dahak, jadi kalau ada pasien terduga batuk lebih dari tiga minggu, kader mendatangi. Kalau pasien positif, kader mengajak pasien ke Puskesmas Kota Bogor. Lalu kepada keluarga pasien dilakukan investigasi kontak dan ini banyak ragamnya, nanti di dalamnya itu ada pasien RS ke puskesmas,” jelasnya.
Sementara Wasor TB, Ella Nurmala mengatakan, pertemuan ini tujuannya meminta dukungan dari semua pihak, lantaran penanganan TB tidak bisa hanya oleh Dinkes Kota Bogor. “Tentunya harus dengan melibatkan semua pihak, semoga kasus TB di Kota Bogor bisa menurun, sehingga bisa eliminasi TBC tahun 2030,” ujarnya.
Ella menambahkan, sekarang pihaknya fokus untuk menemukan TB agar penurunan kasus ini bisa segera diatasi. Secara umum sambungnya, Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan kasus TB.
“Saat pandemi ada penurunan angka, memang setiap tahun ada peningkatan. Penemuan TB saat pandemi itu terjun bebas, terduga juga sangat rendah. Karena penderita TB gejalanya sama dengan Covid-19 sehingga masyarakat takut berobat ke pelayanan kesehatan,” paparnya.
Lebih lanjut, untuk tahun 2022 penemuan kasus TB di atas 100 persen kurang lebih 6.000 kasus. Rata-rata diusia produktif, meski ada usia anak-anak. “Target kedepannya istilah pelacakan kepada kontak erat penderitanya, karena satu penderita kemungkinan ada yang tertular. Ini upaya menurunkan penularan,” pungkasnya. (Hrs)