BOGORONLINE.com – Anggota Komisi V DPR RI dari fraksi Gerindra, Mulyadi secara resmi menyandang gelar Doktor setelah lulus dalam ujian sidang promosi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, pada Kamis (18/1/2023).
Adapun, sidang terbuka program doktor Pendidikan Agama Islam itu berlangsung di Gedung Prof. H. Abdullah Siddiq, UIKA Bogor.
Mulyadi menjadi lulusan ke-301 program doktoral (S3) UIKA dari program studi (prodi) Pendidikan Agama Islam dengan mengangkat disertasi berjudul “Implementasi Penjaminan Mutu Pesantren Berbasis Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren”.
Gelar akademik tertinggi yang diberikan oleh perguruan tinggi tersebut berhasil diraih pria yang menjabat sebagai Dewan Penasihat DPD Partai Gerindra Jawa Barat setelah menempuh pendidikan doktoral sejak akhir 2021.
“Setelah menilai sidang promosi Doktor hari ini, maka kami nyatakan saudara lulus dengan predikat cumlaude,” kata Pimpinan Sidang Prof E. Mujahidin.
Rektor UIKA mengatakan, selanjutnya Mulyadi berhak menyandang gelar Doktor Pendidikan Agama Islam, dan segala hal yang melekat pada gelar tersebut.
“Saudara adalah doktor ke 301 pada program doktor Pendidikan agama Islam Sekolah Pasca sarjana Ibnu Khaldun Bogor,” ucapnya.
Sementara itu, Mulyadi mengatakan penelitian Disertasi ini dilatarbelakangi oleh pemberlakuan Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 Tentang Pesantren.
Pasca diberlakukan undang-undang tentang pesantren ini menimbulkan masalah dalam penjaminan mutu pendidikan pesantren yang ada di
wilyah Kabupaten Bogor sebagian besar belum memiliki lembaga penjaminan mutu pendidikan pesantren.
“Berdasarkan hasil identifikasi dan rumusan masalah diajukan tiga pertanyan penelitian,” kata Mulyadi.
Pertama, bagaimana kebijakan penjaminan mutu dalam pengelolaan pesantren berdasarkan undang-undang pesantren.
Pertanyaan kedua, apa saja komponen penjaminan mutu dalam pengelolaan Pesantren Darul Muttaqin.
Terakhir, bagaimana merumuskan implementasi penjaminan mutu dalam pengelolaan pesantren berbasis undang-undang pesantren?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan kajian teoritis yang
berkaitan dengan konsep Pendidikan Islam, teori kebijakan publik, kebijakan Pendidikan nasional dan Agama Islam
serta teori penjaminan mutu
Pendidikan.
Jenis penelitian studi kasus dengan analisis deskriptif bersifat kualitas melalui pengumpulan data wawancara, forum group discussion, dan survei langsung di pesantren Darul Mutaqqin yang berlokasi di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan, bahwa: (1) kebijakan penjaminan mutu dalam pengelolaan pesantren berdasarkan undang-undang
pesantren sebagai kebijakan publik harus diikuti oleh setiap pengelola pesantren untuk melindungi setiap pesantren yang berada di wilayah hukum Indonesia, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor;
(2) Komponen penjaminan mutu dalam pengelolaan pesantren Darul Muttaqien dalam bentuk manajemen mutu sudah dibentuk dan dilaksanakan; dan (3) Perumusan implementasi penjaminan mutu dalam pengelolaan pesantren berbasis undang-undang pesantren, yang diselenggarakan di pesantren Darul Muttaqin dalam bentuk manajemen mutu kelembagaan pesantren berkaitan dengan penjaminan mutu madrasah dan penjaminan mutu pendidikan Islam dianggap sesuai dengan Undang-undang pesantren.
“Sehingga pesantren Darul Muttaqin dapat dan layak dijadikan model penjaminan mutu Pendidikan pesantren,” ucap dia.
Mulyadi juga secara blak-blakan menceritakan alasanya memilih untuk menempuh program doktoral Pendidikan Agama Islam di UIKA Bogor.
Menurut dia, pertanyaan pertama itu dilontarkan oleh anaknya lantaran background pendidikan formalnya sejak SMA di Kesatuan, Sarjana S1 Universitas Katolik Parahiyangan Bandung, hingga Sarjana S2 di Institut Pertanian Bogor dengan Studi Magister Managemen Agribisnis.
“Anak-anak saya mempertanyakan mengapa ayah kuliah di Ibnu Khaldun dengan program studi Pendidikan Agama Islam,” cerita Mulyadi saat ditanya anaknya.
Dirinya saat itu langsung menjawab dengan filosofi sederhana, di mana menempuh pendidikan S3 di UIKA bukan orientasi kepentingan promosi jabatan, ataupun karir.
“Saya cerita ke anak, kebetulan lulusan di Inggris, dan Malaysia, saya bilang ke anak-anak, hidup itu perjalanan dari bumi ke langit, kalau aktivitas di bumi dengan segala ilmu dan pengalamannya saya sedang menjalani, tapi ilmu langit saya belum punya,” jawab Mulyadi saat itu.
Menurut dia, menempuh program doktoral di UIKA tentunya tujuan utamanya adalah untuk mendalami pemahamannya tentang agama.
“Jadi artinya untuk upgrading kompetensi terkait agama,
Kedua, Mulyadi menilai Pendidikan Agama Islam UIKA masuk akreditasi yang unggul.
Ketiga, karena pertimbangan lokasinya yang berada di Kota Bogor memudahkan dirinya ketika selesai turun ke wilayah baik dari Selatan Kabupaten Bogor, maupun Utara Kabupaten Bogor, dan terakhir adalah akreditasim
“Sidang terbuka yang menguji salah satunya Prof. KH. Didin Hafidhuddin,” ucap dia.
Judul disertasi yang diambil ini sebenarnya sejalan dengan permasalahan pesantren yang dihadapi pada umumnya. Terlebih, Mulyadi juga tercatat sebagai Ketua Yayasan Muhammad Sultan Ramadhan di Kecamatan Jonggol. Di mana, saat ini sudah meluluskan 300 hafiz Quran.
“Pesantren yang saya buat adalah untuk yatim dan duafa, santrinya mulai dari Papua sampai Aceh, mereka kita fasilitasi gratis bahkan dikasih uang saku, dan pengajar yang sudah bersertifikasi Sanad,” papar dia.
Politisi Gerindra ini ingin mengubah mindsite agar lulusan pondok pesanten menjadikan sumber daya manusia yang unggul.
“Pengetahuan saya kurang kuat makanya saya ambil pembahasan ini, disertasi ini by riset jadi saya doktornya doktor riset pondok pesantren terutama studi saya di Bogor, Darul Muttaqin Parung,” tandas Mulyadi.
Selain, Pimpinan Sidang Prof E. Mujahidin yang menguji sidang doktor Mulyadi, ada juga Co-Promotor I Rahmat Rosyadi, Co-Promotor II Budi Handrianto, penguji I Prof. KH. Didin Hafidhuddin, terakhir penguji II Adian Husaini. (*)