Cibinong – Kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bogor masih belum terlihat secara jelas berapa poros yang akan bertarung. Namun, dua sosok kuat dengan kekuatan partai yang masuk tiga besar sudah mulai nampak di permukaan. Keduanya yakni Rudy Susmanto dari partai Gerindra yang memiliki 12 kursi dan Ade Ruhandi alias Jaro Ade dari Golkar yang memiliki 7 kursi.
Rudy Susmanto sudah 90 persen dipastikan maju dalam Pilkada Kabupaten Bogor sebagai Calon Bupati Bogor setelah mendapatkan mandat resmi dari DPP Gerindra. Kepastiannya masuk bursa Calon Bupati Bogor ditegaskan dengan raihan 12 kursi DPRD Kabupaten Bogor di partai Gerindra. Kursi itu sudah memenuhi syarat minimal dukungan Calon dari partai yang mewajibkan 11 kursi atau 20 persen dari kursi DPRD Kabupaten Bogor.
Kendati mencukupi untuk memajukan Calon dari partai Gerindra sendiri, namun partai Gerindra memastikan akan tetap menerima partai lain untuk menjadi tambahan dukungan Koalisi.
Sementara, Jaro Ade dengan tujuh kursi yang dipegang, masih belum bisa masuk sebagai Calon Bupati Bogor. Jaro Ade baru punya 7 kursi dari Golkar dan 2 dari PAN yang sudah dipastikan masuk dalam koalisi Jaro Ade. Artinya, masih kurang 3 kursi untuk ikut masuk dalam bursa Pilkada Kabupaten Bogor.
Koalisi yang belum terbangun secara jelas di Poros Jaro Ade, membuat pihak Jaro Ade “harap-harap cemas” untuk ikut di Pilkada. Sebab, bukan hanya karena belum memenuhinya syarat minimal, tapi juga partai-partai yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Bogor juga mulai berpikir ulang jika harus berkoalisi dengan Jaro Ade. Sebab, Jaro Ade harus melawan kekuatan Politik Gerindra dengan kekuatan kursi yang cukup dan kekuatan politik presiden terpilih Prabowo Subianto yang juga tinggal di Kabupaten Bogor.
*Potensi Koalisi Rudy-Jaro*
Pengamat Politik, Gotfridus Goris Seran menyampaikan bahwa dalam ketidakpastian Jaro Ade, koalisi Rudy-Jaro bisa saja terjadi di tengah kekhawatiran Jaro Ade atas kekuatan Rudy Susmanto dan kekalahan Pilkada ke sekian kalinya. Artinya, Koalisi Jaro-Rudy bisa merekatkan kembali Koalisi Indonesia Maju (KIM) bekas Pilres untuk dipakai di Pilkada.
Terlebih, isu KIM bergabung di Pilkada Kabupaten Bogor mulai dimainkan oleh orang-orang yang tak berani bertarung secara demokratis.
“Jika Golkar berkoalisi dengan Gerindra, dua kekuatan dominan di KIM kompak dalam Pilbup Bogor. Saya melihat ini sebagai faktor konsensus Ketum DPP kedua partai, terutama faktor Prabowo sebagai presiden terpilih kuat dalam hal ini,” kata Seran, Sabtu 27 Juli 2024.
Namun, Jaro Ade harus menerima menjadi wakil Bupati Bogor jika ingin tetap merasakan kursi eksekutif di Bumi Tegar Beriman. Sebab, agaknya kurang sopan jika pemenang Pileg harus menjadi F2 di bawah runner up di Pileg Kabupaten Bogor.
“Gerindra yang menang pileg dan Golkar yang runner up pileg di Kabupaten Bogor dapat mengendalikan politik lokal. Dalam kaitan dengan pencalonan, berarti posisi Rudy Susmanto kuat sebagai calon F1, dan sangat boleh jadi Jaro Ade legowo diposisikan sebagai calon F2,” papar dia.
Peta politik dua poros kekuatan yang digabung itu, memang dinilai bisa lebih besar potensi menangnya di Pilkada Kabupaten Bogor.
“Konfigurasi politik seperti itu mengagregasikan kekuatan signifikan timur barat, Rudy punya kekuatan di tengah ke timur Bogor, sementara Jaro Ade berbasis di tengah ke barat Bogor. Poros timur barat ini bakal menang telak Pilkada,” jelasnya.
*Bahaya Koalisi Rudy-Jaro untuk Rakyat*
Jika para politisi hanya memikirkan kemenangan, peta politik yang seperti di atas lah yang kira-kira akan bisa menjadi penguasa di pemerintahan Kabupaten Bogor.
“Jika koalisi gemuk Rudy-Jaro memenangkan pilkada, tentu akan berdampak pada hubungan eksekutif dan legislatif daerah yang cenderung executive-heavy. Partai-partai di luar koalisi tersebut cenderung moderat sehingga fungsi legislatif daerah juga demikian,” kata Seran.
Dengan koalisi yang terlalu gemuk itu, dimungkinkan akan berdampak para masyarakat. Pemerintah dengan oposisi yang tidak kuat, akan membuat kurangnya pengawasan. Sehingga, pemerintah bisa sewenang-wenang di tengah minimnya pengawasan karena partai-partai besar atau koalisi gemuk itu bergabung hanya untuk menikmati dan berbagai kekuasaan.
“Dampaknya, kita akan kurang mendapatkan pengawasan yang cukup terkait penyelengaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan program pembangunan, dan pelayanan public,” jelas dia.
Sehingga, koalisi Rudy-Jaro ini bisa menjadi bumerang untuk kepentingan masyarakat yang akan melemahkan asas-asas demokrasi..