BOGORONLINE.COM – Dugaan praktik gratifikasi yang menyeret mantan (eks) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor atau BPN Cibinong berinisial YA semakin menjadi sorotan.
Kasus ini mencuat setelah seorang eks pemohon sertipikat tanah mengaku mengeluarkan biaya hingga Rp 600 juta dalam proses pengurusan lahan seluas delapan hektare di kawasan Kabupaten Bogor bagian Selatan.
Bahkan, tambahan biaya sebesar Rp 70 juta yang disebut sebagai ‘Biaya Hiburan’ juga diminta oleh eks pejabat tersebut.
Ketua Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) Kabupaten Bogor, Haidy Arsyad, menanggapi kasus ini dengan menegaskan bahwa dugaan gratifikasi tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam keterangannya kepada wartawan, eks pemohon sertipikat mengaku bahwa selama proses pengurusan, ia diminta membayar setengah dari total biaya terlebih dahulu, dan setelahnya kembali dimintai dana tambahan.
“Saya sudah keluarkan hampir Rp 600 juta untuk urus sertipikat. Lalu tiba-tiba ada permintaan tambahan malam-malam, mulai dari Rp 20 juta, Rp 10 juta, hingga Rp 5 juta, yang katanya hanya untuk biaya hiburan,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Ketika dikonfirmasi pada Sabtu (7/2), eks Kepala BPN Cibinong yang disebut dalam kasus ini tidak memberikan jawaban, meskipun telah dihubungi melalui pesan WhatsApp maupun panggilan telepon sebanyak empat kali.
Haidy Arsyad menegaskan bahwa tindakan semacam ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang mengatur mengenai gratifikasi dan tindak pidana korupsi.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa:
Pasal 12B ayat (1) mengatur bahwa setiap gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya harus dilaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja. Jika tidak, maka dianggap sebagai suap.
Pasal 5 ayat (2) menyebutkan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda antara Rp 50 juta hingga Rp 250 juta bagi pejabat yang menerima suap atau gratifikasi.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mengharuskan setiap pegawai negeri bekerja dengan integritas dan tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan melaporkan dugaan tindak pidana yang terjadi.
Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia Kabupaten Bogor mendorong pihak terkait untuk segera melaporkan dugaan gratifikasi ini ke aparat penegak hukum agar bisa dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Jika benar ada praktik gratifikasi dalam pengurusan sertipikat tanah di BPN Cibinong mencapai setengah milyar lebih, maka ini harus diusut tuntas. Masyarakat bisa melaporkannya ke KPK atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor dengan bukti yang ada,” ujar Haidy Arsyad kepada wartawan, Senin (17/02/2025).
Selain itu, laporan juga dapat diajukan ke Ombudsman RI jika terdapat indikasi maladministrasi dalam pelayanan publik di Kantor BPN Cibinong.
Dugaan gratifikasi ini menambah daftar panjang kasus penyalahgunaan wewenang di sektor pertanahan. Jika tidak diusut tuntas, maka praktik serupa akan terus terjadi dan merugikan masyarakat.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan profesional.
“Kami menghimbau untuk lebih berhati-hati dalam mengurus administrasi pertanahan dan segera melaporkan jika menemukan indikasi praktik korupsi atau gratifikasi dalam proses tersebut,” pungkasnya.