Jakarta, bogoronline.com – Anggota DPRD Kabupaten Bogor masih belum melaporkan harta kekayaannya. Padahal Pelaporan harta kekayaan negara merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh penyelenggara negara. Mekanisme Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) telah diatur untuk menunjukkan transparansi kekayaan para pejabat negara tersebut. Sebenarnya apa kesulitannya melaporkan LHKPN?
“Dibilang repot, kita sudah terima 250 ribuan LHKPN tuh. Masak yang itu bisa, yang lain tidak. Kalau dibilang repot, argumennya ada. Kalau dibilang sudah mengisi, pertama ya memang susah. Ada yang memang kesulitan mengisi formulirnya tapi ada yang memang tidak niat,” ucap Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, seperti dilansir media online nasional, Kamis (17/3/2016).
Pahala juga menjelaskan proses yang dilakukan setelah LHKPN dari seorang penyelenggara negara disampaikan. KPK akan bersurat kepada bank, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Samsat.
“Ke bank saya tanya ini orang rekeningnya mana saja? Isinya berapa. Ke BPN saya nanya ada tidak sertifikat atas nama ini orang, istri atau anaknya. Ke Samsat gue tanya ada tidak kendaraan atas nama ini orang. Dapat kan datanya, kita bandingin dengan yang dilaporkan,” kata Pahala.
“Kalau beda, kita klarifikasi. Kita panggil dan tanya kenapa kok beda. Dia bilang bisa saja lupa, lupa, ya mau bagaimana memang tidak ada sanksinya. 10 ditulis 3, bilangnya lupa katanya sudah dijual. Kita cuma bisa bilang ‘betulin deh”. Kalau misalnya di bank ada transaksi aneh-aneh coba kita bawa ke dumas (pengaduan masyarakat) tapi belum ada yang sukses. Malah dari dumas yang minta ke kita. Bukti memperkuat tapi bukan bukti untuk case baru. Jadi sejauh ini kekuatan LHKPN cuma segitu,” sambung Pahala.
Pahala juga mengeluhkan tidak tercantumnya DPRD sebagai penyelenggara negara yang wajib menyetorkan LHKPN dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Karena itu KPK mengusulkan dibentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang LHKPN dengan lebih optimal.
“Di PP sudah jelas nanti, DPR termasuk DPRD masuk dalam LHKPN. Selama ini yang bikin undang-undang lupa karena ditulis cuma DPR, jadi DPRD bisa berkelit. Tapi ada juga DPRD yang menyampaikan. Tapi sebagian besar meamng berkelit dari UU,” ujar Pahala.
Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bogor, mengaku tidak tahu menahu adanya surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengharuskan setiap anggota menyampaikan Laporan Harta Kekayaannya kepada komisi anti rasuah itu.
“Selama hampir dua tahun ini, kami belum pernah mendengar adanya informasi surat KPK yang isinya meminta kami menyampaikan LHKPN,” kata Ketua Komisi IV DPRD Wasto Sumarno, Selasa (01/03).
Wasto mengatakan, sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah, semua anggota DPRD memang wajib hukumnya untuk menyampaikan LHKPN. “Pada periode pertama saya menjadi anggota DPRD sudah menyampaikan LHKPN kepada KPK, namun untuk periode kedua ini belum, karena tadi belum menerima surat edaran,” kilahnya.
Untuk Wasto meminta, sekertarian DPRD secepatnya mensosialisasikan surat KPK itu kepada semua anggota DPRD, hal ini penting jangan sampai ada anggapan anggota DPRD malas melaporkan harta kekayaan yang dimilikinya. “Kita minta secepatnya lah Pak Nuradi, menyampaikan isi surat KPK itu kepada seluruh anggota DPRD,” ujarnya.
Surat KPK bernomor R-5517/01/10/2014 dilayangkan KPK sejak tahun 2014 lalu tepatnya tanggal 10 Oktober, ketika itu jabatan Sekertaris DPRD dipegang Emy Pernawati. “Inilah yang kita sayangkan, seharusnya surat itu jangan dipendam, tapi disampaikan kepada seluruh anggota DPRD, sehingga tak akan ada berita yang menyebutkan anggota DPRD malas menyampaikan LHKPN,” sesal beberapa anggota DPRD.
Sekretaris DPRD Nuradi mengatakan, surat dari KPK itu akan segera disosialisasikan, bahkan dirinya juga telah mengirim utusan ke KPK, agar mereka mengirimkan tim untuk membantu para anggota DPRD mengisi formulir LHKPN. “Begitu mengetahui ada surat dari KPK, saya langsung berkonsultasi dengan pimpinan dan mereka semuanya setuju untuk diadakan sosialisasi,” katanya.
Sebelumnya Kordinator Supervisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Darmawan mengatakan, KPK belum pernah menerima LHKPN dari 50 anggota DPRD periode 2014-2019.
“LHKPN ini sifatnya wajib, karena merupakan perintah dari Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaran negara yang bersih dari KKN dan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK,” ujarnya. (ful/dtc)