Paguyuban Pedagang Blok F Ragu, Kredibilitas 4 Calon

Kota Bogor – bogoronline.com
Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) akan segera mengumumkan hasil beauty contest revitalisasi Blok F Pasar Kebon Kembang pada Kamis 29 April 2016 mendatang. Sejauh ini, Sedikitnya ada empat perusahaan yang masih mengikuti Beauty contest tersebut, Diantaranya PT Waskita Jaya Purnama, PT. Furtunindo Artha Perkasa, PT Maya Saribakti Utama dan PT Mulyagiri (join) serta PT Pakuan Propertindo Raya Jaya.
Namun, Paguyuban Pedagang Blok F Pasar Kebon Kembang dengan tegas menolak empat perusahaan tersebut untuk menjadi investor. Merekapun menuntut agar PD PPJ membatalkan beauty contest dan melakukan tender ulang revitalisasi Blok F.
Tuntutan tersebut mencuat lantaran pedagang menilai bahwa keempat perusahaan itu tak mampu membangun pasar karena diduga tak berpengalaman dalam hal konstruksi.
“Kami tahu kejelekan-kejelekan empat perusahaan itu dari salahsatu media massa lokal. Dan PD PPJ maupun calon investor tak pernah memberikan klarifikasi, itu berarti kabar tersebut benar adanya,” ungkap Ketua Paguyuban Pedagang Blok F Suryanto melalui sambungan telepon, Senin (25/4/16).
Suryanto pun mengaku sudah tidak percaya lagi terhadap keempat calon investor tersebut. Atas dasar itu, pihaknya telah melayangkan surat kepada PD PPJ, walikota, dan DPRD agar revitalisasi Blok F segera ditender ulang.
“Kami sudah masukan surat itu kepada ketiga pihak tersebut. Kami juga menolak keamanan pasar dipegang ormas,” katanya.
Suryanto memaparkan isi suratnya tersebut. Pertama, PT Pakuan Propertindo Jaya Raya sudah sempat dilaporkan PD PPJ lantaran diduga telah mengutip uang muka kepada pedagang Blok F, padahal saat itu beauty contest belum dilakukan. Kedua, PT Mulyagiri yang join dengan PT Maya Saribakti Utama, salahsatu direkturnya adalah Ruddy Ferdian (Rudi Bule), yang diduga tidak berpengalaman dalam membangun pasar, dan belum teruji dalam hal konstruksi. Selain itu, ia juga diduga menjadi bupati bayangan era RY.
Ketiga, sambung Suryanto, PT Waskita Jaya Purnama diduga memiliki rekam jejak tidak bagus ketika membangun Blok C D dengan menggunakan bendera PT Propindo Mulia Utama, yang ditenggarai merugikan Pemkot Bogor dengan memberikan kontribusi PAD sebesar Rp. 35 juta setahun dalam mengelola Blok C D.
Sedangkan yang keempat adalah PT Furtunindo Artha Perkasa yang disebut-sebut jelmaan dari PT Javana Artha Perkasa yang memiliki masalah di luar Kota Bogor terkait pembangunan Pasar Cimol Gede Bage Bandung. Selain itu, ketika masih menggunakan PT Javana membangun Blok A, B, dan E Pasar Kebon Kembang, letak kios-kiosnya kurang strategis.
“Semua informasi itu kami dapat dari salahsatu media massa, tapi sampai sekarang belum ada klarifikasinya,” katanya.
“Selain itu, sembilan poin tuntutan pedagang yang pernah dilayakan juga belum diakomodir oleh PD PPJ. Kalau begini kami bisa diusir dari tempat awal. Kan investor yang ngatur. Boro-boro mau masukin PKL, bila kita saja dapat terusir. Para pedagang juga tak pernah mengikuti sosialisasi dari PD PPJ lantaran keinginan kita belum diakomodir,” papar Suryanto.
Sementara itu, Direktur PT Waskita Jaya Purnama, Erik Suganda menegaskan bahwa tudingan pedagang itu lantaran ketidaktahuan pedagang terhadap track record perusahaannya.
“Saya maklum itu karena ketidaktahuan mereka, tapi tak bisa dijadikan acuan. Perusahaan ini sudah 20 tahun berkecimpung, dan sejauh ini tak pernah ada masalah. Kalau masalah kontribusi segala sesuatu sudah ada di perjanjian, dan mengikuti perkembangan zaman,” ucapnya.
Erik mengatakan, pada prinsipnya perjanjian dilakukan untuk saling menguntungkan, dan pedagang harus terlebih dahulu mengetahui sejarah, seperti pembangunan Blok A, B, C D, dan E.
“Untuk Blok A, B, dan E setelah bangun kami langsung serahkan ke PD PPJ, sedangkan Blok C D kami yang keloloa. Dan sebelum ada PT Javana kita tak pernah bermasalah, pedagang harus tahu juga bagaimana cara kami membangun pasar secara keseluruhan,” paparnya.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebangsaan Indonesia Kontemporer (Pusbangkit) La Musa Manguntara menegaskan, guna memastikan qualified atau tidaknya sebuah perusahaan PD PPJ harus melakukan pengecekan Sertifikasi Badan Usaha (SBU) ke Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
“Saya khawatir mereka tak punya SBU, dan itu sering terjadi di lapangan, ada double nomor alias aspal (asli tapi palsu). Tapi ini hanya dugaan saja,” jelasnya.
Iapun menyarankan agar PD PPJ mendengarkan aspirasi pedagang lantaran mereka lebih tahu akibat sering berhubungan dengan kontraktor.
“Keinginan pedagang itu harus dipertimbangkan PD PPJ, tak mungkin ada asap kalau tidak ada api,” ungkapnya.
Meski demikian, Musa tak yakin kalau dari keempat perusahaan tersebut tidak ada yang berpengalaman.
“Makanya PD PPJ harus menelisik pengalaman pembangunan fisik mereka beserta alamatnya dan membeberkannya kepada publik. “Kalau sampai ada perusahaan yang tak berpengalaman tetapi dimenangkan, ya jelas salah,” tandasnya.(bunai)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *