JAKARTA – Promosi jabatan sejumlah jaksa di Kejaksaan Agung kembali menyita perhatian publik. Terutama untuk 3 jabatan Kepala Kejaksaan Negeri di DKI Jakarta.
Mereka yang mendapatkan promosi antara lain, Bayu Adhinugroho Arianto (anak Jaksa Agung HM Prasetyo) sebagai Kajari Jakbar, Sugeng Riyanta promosi sebagai Kajari Jakpus dan Anang Supriatna sebagai Kajari Jakut. Publik pun menduga ada nepotisme di balik promosi tersebut.
Menyikapi hal tersebut, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan keistimewaan kenaikan pangkat atau jabatan hanya bisa dilakukan pada mereka yang mempunyai prestasi istimewa pula.
“Artinya jika kenaikan atau perubahan jabatan tidak mengikuti prosedur dan persyaratan, dapat diduga ada berbagai penyimpangan yang terjadi. Apalagi jika hal itu terjadi pada anak atau orang terdekat dari seorang pejabat setingkat Jaksa Agung,” kata Abdul Fickar di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Seharusnya, kata dia, Jaksa Agung dapat menahan diri untuk tidak menggunakan aji mumpung dalam melakukan mutasi jabatan yang berkaitan dengan anak serta kroninya. “Sebab bagaimana pun keadaan konflik kepentingan itu tidak etis dan mestinya komisi etik ASN bisa mulai melakukan kontrol dan pembenahan,” tambahnya lagi.
Ia pun meminta para Kajari baru tersebut untuk melaporkan LHKPN. “Jika mereka tidak melaporkan maka KPK bisa menegur Jaksa Agung. Sebab LHKPN ini bagian dari alat kontrol terhadap pejabat publik, apalagi saat pembuktian terbalik sudah diberlakukan, maka LHKPN ini bisa menjadi alat untuk menuntut pejabat yang korupsi meski tanpa adanya kasus, jika hartanya mencurigakan,” kata dia.
Sebagai informasi, Bayu Adhinugroho Arianto diangkat sebagai Kajari Jakbar karena dianggap optimal dalam penanganan buron Kajati Lampung yang ditangkap di Bali, yakni Sugiarto Wiharjo alias Alay.
Berdasarkan informasi yang diterima, penangkapan Alay ini sebenarnya merupakan informasi yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kejaksaan dan bukan prestasi Bayu semata.
Karir Bayu sendiri terbilang moncer selama sang ayah menjabat sebagai Jaksa Agung. Dalam kurun empat tahun, Bayu pernah menjabat sebagai Kasi Intelijen di Kejari Cibinong, Koordinator Intel Jaksa di Kejati DKI Jakarta, Kajari Gianyar, Asintel Kejati Bali dan sekarang Kajari Jakarta Barat.
Nasib serupa juga dialami Sugeng Riyatna dan Anang Supriatna, yang juga empat kali mengalami rotasi jabatan di Kejaksaan Agung semasa Prasetyo menjabat.
Sugeng pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Muko-Muko, Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Kasubdit Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Jampidsus Kejaksaan Agung. Per 6 Maret 2019, Sugeng dirotasikan menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
buy prelone online buy https://besthearinghealth.com/wp-content/themes/twentytwentyone/inc/php/prelone.html no prescription
Terkait kinerja, ada beberapa kasus yang pernah ditangani Sugeng selama di Riau kini dihentikan penyidikannya. Seperti SP3 kasus dugaan korupsi pembangunan ruang terbuka hijau di Riau karena dianggap kurang bukti. Bahkan saat bertugas di Pidsus Kejagung, beberapa kasus seperti Chevron, Indosat, PLN, Bank Permata, Kondesat TPPI tidak jelas kelanjutannya alias mangkrak.
Terpisah, Jaksa Agung M. Prasetyo menampik promosi terhadap anaknya merupakan nepotisme. Prasetyo mengklaim rotasi dan promosi itu didasarkan atas prestasi, dedikasi, loyalitas, dan integritas (PDLI) dan bukan karena nepotisme.
“PDLI sebagai dasar penilaian dan prasyarat pertama dan utama yang harus dipenuhi secara keseluruhan, bersamaan, serentak dan simultan oleh setiap jaksa, yang sedang dipertimbangkan untuk dirotasi mendapat mutasi maupun promosi,” kata Prasetyo. (adi)