Kota Bogor – bogorOnline.com
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kota Bogor akan memberlakukan kenaikkan iuran terhitung 1 Januari 2020. Kebijakan kenaikkan iuran ini merujuk kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Sesuai Perpres 75/2019 menyampaikan tentang kenaikan iuran, per 1 Januari 2020 berlaku untuk semua segmen kepesertaan, kecuali peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sudah berlaku per Agustus 2019,” kata Kepala BPJS Kesehatan Kota Bogor, Yerry Gerson Rumawak, Selasa 17 Desember 2019.
Ia melanjutkan, BPJS Kesehatan Kota Bogor sendiri tentunya akan menjalankan program pemerintah tersebut. Berkaitan hal ini, pihaknya juga bersama dengan pemerintah daerah akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, termasuk menyampaikan mengenai alternatif untuk iuran BPJS Kesehatan.
“Khusus bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), misalnya dengan adanya kenaikan iuran ini merasa menjadi terbebani, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan misalnya turun kelas,” terang Yerry.
Apabila dalam perjalananya peserta ini tetap merasa tidak mampu memenuhi untuk membayar iuran BPJS Kesehatan, imbuh dia, bisa mendaftarkan diri sebagai peserta PBI baik pendanaan bantuan iuran melalui pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. “Tapi tetap dengan mekanisme yang ada,” ujarnya.
Adapun besaran iuran untuk peserta PBI menjadi Rp42.000/bulan dari sebelumnya Rp23.000. Sedangkan peserta PBPU dan Bukan Pekerja (BP) untuk kelas I dari Rp80.000 menjadi 160.000/bulan, kelas II dari Rp51.000 menjadi 110.000/bulan dan kelas III dari Rp25.500 menjadi 42.500/bulan.
Pada kesempatan ini, Yerry mengatakan, bahwa pelayanan kesehatan untuk semua jenis penyakit atas indikasi medis dijamin oleh program ini. Hanya memang, kata dia, secara umum di Indonesia maupun di Kota Bogor biasa yang menjadi kendala itu mengenai ketersediaan ruangan.
“Dan ini memang terjadi karena kebutuhan atas ruangan sangat tinggi, tetapi fasilitas yang tersedia masih terbatas, sehingga yang terjadi pasien dirujuk keluar dari Kota Bogor,” tukas Yerry. (HRS)