Reses Anggota Dewan, Ini Aspirasi Pesantren di Parungpanjang

BOGORONLINE.com, PARUNGPANJANG – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Erni Sugiyanti mencatat aspirasi dengan masyarakat, tokoh agama, dan pemuda dari GP Ansor Kecamatan Parungpanjang soal pondok pesantren.

Kegiatan reses anggota DPRD masa sidang tahun 2020-2021, mengusung tema silaturahmi dan serap aspirasi dengan masyarakat berlangsung di kediaman Ustad Jejen, tepatnya di Kampung Cikabon, Desa Cibunar, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, Selasa (2/3).

Dalam sesi tanya jawab, Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Parungpanjang Arif Irawan membahas legalitas pesantren salafiyah. Ia mengatakan, GP Ansor sudah berperan membantu proses legalitas administrasi pesantren, termasuk majlis ta’lim.

Menurut Arif, pesantren salfiyah di Kecamatan Parungpanjang ini cukup banyak. Misalnya di satu desa saja, seperti di desa Kabasiran ada 15 pesantren yang sudah memiliki legalitas oprasional, pesantren yang kategori salafiyah.

“Tapi yang saya ingin tanyakan adalah, jika syarat Kementrian Hukum dan HAM, saya memohon untuk diberikan fasilitas dari akta notaris bisa digratiskan, ” sambung Arif.

“Apalagi bisa dipangkas secara aturannya saya sangat bersyukur sekali, karena lebih mempermudah mengurus legalitasnya. Jika syarat akta notaris diharuskan, kami minta dibantu untuk subsidi anggaran pesantren salafiyah, “tuturnya.

Arif melanjutkan, mengenai program One Pesantren One Product (OPOP) untuk menciptakan kemandirian umat melalui para santri, masyarakat dan pondok pesantren, belum bisa menghasilkan ada produk, karena sumber daya bagi para santri masih kurang.

“Berarti dititikberatkan usulannya agar para santri dididik dan dilatih, untuk ekonomi pesantren, saya mohon usulannya bisa dianggarkan agar santri bisa lebih sejahtera, “harapnya.

Sementara itu, Erni menuturkan, sahabat-sahabat GP Ansor dan sahabat-sahabat Banom Nahdlatul Ulama lainnya, bisa membuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kerjanya memonitoring kondisi pesantren yang sesungguhnya dengan apa yang direalisasikan dengan Perda Pesantren.

“Perda Pesantren ini kalau tidak dikawal oleh masyarakat dan kita semua serta penggiat pesantren, Perda ini akan menjadi barang kosong, berupa tulisan-tulisan saja tanpa ada apapun, kita tidak ingin seperti itu, “imbuh Erni.

Lanjut Erni, ada program Gubernur Jawa Barat ingin satu hafidz satu desa (Sadesa). Jika kita tarik misalnya salah satu program yang diamanatkan oleh perda pesantren, program OPOP, honor guru di pesantren ini juga persoalan, karena semua harus ada yang mengawasi tidak mungkin hanya anggota dewan tapi juga butuh masukan dari masyarakat.

“Misalnya dari GP Ansor mempunyai pengelolaan sendiri terhadap isu-isu pesantren terutama kaitannya dengan Perda pesantren, yang bisa langsung ke masyarakat, betul-betul bisa diimplementasikan di masyarakat, ” tuturnya.

Ini sangat penting, ujar Erni, biasanya turunnya peraturan kebawah ini bisa sampai dua tahun sampai tiga tahun. Hal itu yang kita tidak inginkan. Presiden RI sudah mengesahkan Hari Santri, sudah lima tahun yang lalu, perda pesantren itu baru kemarin disahkan, itupun baru di Jawa Barat.

“Jawa Barat ini perdanya belum menurun di kabupaten, nanti bisa diminta untuk perda pesantren ini ada di kabupaten, itu bisa mendorong pesantren di kabupaten bogor yang jumlah pesantren sangat banyak,” sambung dia.

“Pesantren yang salafiah yang memiliki santri sekitar 20 orang sampai 50 orang ini siapa yang ngurus, ini penting sebenarnya buat kabupaten bogor. Kalau misalnya didorong perda pesantren, UU sudah ada, perda dari provinsi sudah ada kenapa tidak kemudian didorong di kabupaten, ” tambahnya.

“Seandainya tiga itu jalan, anggaran dari pusat itu dapet, anggaran dari provinsi dapet dan anggaran dari kabupaten juga ada, seandainya pola ini dilakukan dan akhirnya semua bisa terakomudir semuanya, “pungkas Erni Sugiyanti Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. (Mul)

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *