MAU DIARAHKAN KEMANA PERUBAHAN KURIKULUM KITA?

Headline, KOLOM772 views

Oleh: Yayat Supriyatna
Manajer Pendidikan SIT Asy – syifa Qolbu dan Ptaktisi Pendidikan

Sering kita dapatkan istilah dalam menyelesaikan masalah adalah dengan dua cara berpikir atau dua pendekatan, pertama dengan cara berpikir/pendekatan parsial, yang memandang masalah hanya dari satu aspek dan hanya focus kepada aspek itu saja. Yang kedua, dengan cara berpikir/pendekatan sistemik, yang memandang masalah selara keseluruhan, karena setiap masalah memiliki variabel lainnya yang tidak bisa dipisahakan baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Apakah perubahan kurikulum dipandang secara utuh atau-menyeluruh, atau ia hanya untuk memenuhi satu aspek dari sebuah system kurikulum? Dan apakah dari kerangka system itu mana yang seharusnya dirubah?
Untuk itu kita perlu meletakan kurikulum dalam kerangka / teori system agar kita bisa melihat permasalahan kurikulum secara utuh, hingga kita bisa melihat dan mengetahui darimana seharusnya perubahan itu dilakukan.
Karena kurikulum menyangkut hidup banyak manusia dan masa depan sebuah bangsa-negara dipertaruhkan olehnya, maka sudah seharusnya kurikulum digarap atau dirumuskan dan disusun dengan memperhatikan berbagai aspek. Mana dari sekian aspek itu yang paling fundamental dan mana yang fenomenologis, karena jangan sampai justru yang fenomenologis berpengaruh kuat atau yang mengendalikan penyusunan, perubahan, dan pengembangan kurikulum. Yang menjadi persoalan dari itu semua adalah, bagaimana yang fundamental yang berupa system nilai (falsafah / ideologi / agama) justru terabaikan. Dalam hal ini, kurikulum sangat berkait erat dengan falsafah / ideologi bangsa yang dianutnya. Apakah falsafah / ideologi bangsa tersebut telah sesuai dengan hakikat penciptaan manusia? falasafah / ideologi seperti apa yang bisa menyelamatkan kehidupan manusia bukan hanya di dunia ini namun lebih jauh dan abadi kehidupan akhirat setelah kematian. Apakah falsafah / ideologi bangsa tersebut telah memberi identitas yang jelas dan pasti? Apakah falsafah / ideologi bangsa tersebut telah berhasil menjadi kohesi sosial yang kuat? Dan apakah falsafah / ideologi bangsa tersebut bisa memberikan arah yang jelas dan pasti dan bisa memberikan jalan atau solusi alternatif bagi setiap permasalahan yang dihadapinya? Apakah falsafah / ideologi bangsa itu telah berhasil atau lahir dari sebuah personifikasi individual dan sosial yang dibangunnya? Jika pertanyaan – pertanyaan fundamental ini tidak bisa dijawab secara rasional dan empiris, maka falsafah / ideologi tersebut telah beralih fungsi menjadi nilai – nilai utopia yang menggantung dilangit jingga. Falasafah / ideologi bangsa akan menginsfirasi bagaimana membentuk manusia yang diinginkan dan diharapkannya. Manusia seperti apa yang dikehendaki oleh falsafah dan ideologi bangsanya? Dari falsafah / ideologi bangsa tersebut turun untuk menyusun visi dan misi Pendidikan yang akan dibentuknya. Dari visi Pendidikan itu akan lahir atau muncul profil SDM seperti apa yang dikehendaki oleh visi dan misi pendidikannya?
Lingkungan system (baca: local. nasional, regional, dan global) sebagai tempat dimana manusia melakukan aktualisasi dirinya termasuk bagaimana Pendidikan (kurikulum) dirumuskan dan disusun menjadi penting untuk diketahui, dikenali, dan dipahami, hingga kita bisa menempatkan atau merespon lingkungan system secara tepat. Lingkungan system berpengaruh kuat dalam membentuk, mengintegrasikan, dan mengarahkan tindakan tindakan manusia termasuk didalamnya bagaimana Pendidikan diselenggarakan. Siapa yang dominan dan hegemonic dalam membentuk lingkungan system? Ini yang akan menentukan corak dan warna lingkungan system dibuat dan dibentuknya. Kapitalisme Global sebagai sebuah falsafah / ideologi besar peradaban dunia yang kini berkuasa pada setiap jengkal tanah yang ada di dunia ini, kini melalui sainnya terus malakukan modifikasi peradabannya. Kapitalisme global telah menciptakan pasar atau lingkungan yang tanpa Nurani dan moral. Karena lingkungan / pasar yang dibuatnya hanya mengandalkan sain yang sekuler-materialistik yang dbangun dari nalar rasional dan empiris-positivistik minus metafisika dan spiritual, akhirnya peradaban ini mengalami kekeringan dan kehampaan, karena hidup yang dibangunnya hanya untuk kini dan disini, akibatnya hidup menjadi aji mumpung. Hidup dibangun berdasarkan teori evolusi, siapa yang kuat (secara ilmu pengetahuan) ia yang akan berkuasa dan menyingkirkan yang lain. lingkungan system global telah memberikan standar bagi siapa saja yang mau masuk dan bergaul bersamanya. Diantara standar yang disusunnya adalah bagaimana lulusan atau peserta didik bisa memiliki literasi baru yang berupa, literasi data, literasi tekhnologi, dan literasi manusia, dan komptensi abad 21 yaitu: kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikastif. Ruang kehidupan yang terus berevolusi dari era 3.0 dimana industry yang masih berkutat dengan kekuatan manusia, kini setelah beralih menuju era 4.0 dan akan mengahadapi 5.0 telah beralih kekuatan itu kepada kecerdasan buatan yang akan menggeser peran – peran manusia dalam lingkungan kerja. Inilah pasar tanpa Nurani dan moral yang akan menyeret manusia pada pertarungan dalam memperebutkan hegemoni atas dunia.
Dari asumsi diatas, bagaimana kurikulum itu dirumuskan dan disusun. Apakah profil lulusan yang akan dibentuknya bisa ajeg dengan identitias kesejatiannya yang dibentuk dari falsafah / ideologi bangsa yang dianutnya? Atau profil lulusan hanya berpaku pada standar lingkungan global yang hegemonic seraya mengabaikan falsafah / ideologi bangsa yang dianutnya? Atau apakah falsafah / ideologi tersebut bisa beradaptasi dengan dinamikan perubahan global yang dikendalikan oleh sain. Pertanyaan klasik yang sering muncul adalah, apakah falsafah / ideologi / agama bisa sejalan, selaras, seiring dan relevan dengan perkembangan sain. Dikotomi ini sering saling menafikan. Apakah falsafah / ideologi / agama bisa memberikan arah, jalan dan solusi alternatif bagi permasalahan atau kebutuhan manusia? apakah sain yang merasa aplikatif dan pragmatis dalam memenuhi kebutuhan material manusia tidak membutuhkan lagi agama? Perubahan kurikulum kita sedang mengarah kemana?

 

ARTIKEL REKOMENDASI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *