BOGORONLINE.com, CIKARANG – Semakin jelas, Perumahan Griya Pratama Mas (GPM), Kampung Sadang Desa Cikarageman, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, tidak layak diusulkan dalam pembahasan anggaran yang bersumber APBD Kabupaten Bekasi. Pasalnya, Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) seluas 6 hektar belum diserahkan ke Pemkab Bekasi.
Tim monitoring musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) Desa Cikarageman, Wahyu di Rumah Ketua RW 08, Kampung Kojengkang Desa Cikarageman, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi mengatakan, kalau mau masuk dalam pembahasan anggaran, PSU harus diserahkan ke pemda. Karena, salahsatu syarat pengajuan anggaran, status tanah harus jelas.
“Tidak ada cara lain kecuali itu. Pengembang harus menyerahkan PSUnya ke pemda, biar pemda menganggarkan pembangunannya,” kata Wahyu, Senin (11/01) di Kojengkang usai Musrenbangdes. .
Seksi Ekbang Kecamatan Setu itu kaget mendengar, bahwa perumahan yang telah dihuni selama 1/4 abad lebih, hingga saat sekarang, belum pernah menikmati sejengkalpun pembangunan yang bersumber dari APBD melalui pembahasan musrenbang. Padahal, warga perumahan itu, selalu menunaikan kewajibannya, baik membayar pajak maupun retribusi lainnya.
“Kalau mendengar keluhan warga seperti ini, kasihan juga. Makanya, pengembang harus legowo menyerahkan ke pemda,” tegasnya.
Sebelumnya, Pendamping Desa Cikarageman, Johan mengatakan, jika ingin mendapat anggaran dari APBD sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi Nomor 9 tahun 2017, Tentang Penyelenggaraan Penyerahan PSU Perumahan, Rumah Susun dan Perniagaan, status harus jelas. PSUnya mesti diserahkan ke pemda untuk selanjutnya didata bagian aset daerah.
“Harus jelas statusnya, semua fasos dan fasum terdata serta terdaftar di pemda dan diakui sebagai aset pemda,” jelas Johan waktu lalu.
Sementara itu, Direktur Pt Galih Pratama Surya Wisesa, H. Rochman Iroyo mengakui belum menyerahkan perumahan yang dikelola ke Pemkab Bekasi. Hal itu disebabkan, kondisi keuangan tidak stabil akibat krisis moneter tahun 1998 lalu.
“Memang belum diserahkan ke pemda, karena biayanya terlalu besar. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, harus mengeluarkan dana sampai ratusan juta rupiah. Masih banyak sertifikat yang belum ditebus pemiliknya, masih ratusan,” tandas Rochman. (Soeft)