BOGORONLINE.com – Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim berharap Audit Kasus Stunting (AKS) di Kota Bogor betul-betul bisa diselesaikan. Pasalnya, diseminasi AKS merupakan langkah terakhir dari tahapan audit kasus stunting yang merupakan hasil kajian dan rencana tindak lanjut dari sasaran AKS berisiko tinggi yang telah disepakati.
Hal itu disampaikannya saat Diseminasi Audit Kasus Stunting (AKS) yang disinergikan dengan penandatanganan berita acara rencana tindak lanjut AKS 1 di ruang Serbaguna DPRD Kota Bogor, Rabu (2/11/2022).
Dikarenakan Dedie, saat ini penanganan stunting di Kota Bogor sudah masuk tahap rekomendasi. Kurang lebih ada 40 rekomendasi yang ditujukan kepada seluruh perangkat daerah dan para stakeholder, baik langsung maupun tidak langsung.
Menurutnya, jika tidak ada pendekatan secara komprehensif semua perangkat daerah dalam menanggulangi dan mencegah stunting baru, maka kasus ini akan terus ada. Untuk itu, perlu dikoordinasikan dengan baik.
“Jadi sasaran, target dan capaiannya harus terukur. Rekomendasi yang ada diturunkan ke masing-masing perangkat daerah yang nantinya langsung bertugas fokus kepada inti atau pokok sasaran yang dituju, bisa dengan pendekatan kualitatif atau kuantitatif,” katanya.
Selain mensosialisasikan pemahaman tentang keluarga hidup sehat dan bersih yang menjadi pokok pengentasan stunting di Kota Bogor dan juga peningkatan kesehatan masyarakat. Perangkat daerah juga diimbau untuk mendorong terciptanya lapangan kerja agar masyarakat bisa bekerja dan bisa mengakses kepada seluruh sumber ekonomi, sehingga mampu mendorong usaha pengentasan stunting yang dilakukan.
Hal lain yang ditegaskan Dedie, jangan ada lagi anak Kota Bogor yang putus sekolah, lantaran pendidikan adalah modal untuk mengubah keluarga. Untuk itu, dirinya meminta seluruh perangkat daerah hingga aparatur wilayah untuk membantu semaksimal mungkin.
“Putus sekolah bisa mempengaruhi pernikahan dini dan kehidupan pra sejahtera. Pokoknya anak-anak Kota Bogor harus sekolah dan memiliki ijazah sehingga bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau bisa bekerja dengan pendapatan yang lebih baik. Agar tidak ada pernikahan dini, sektor pendidikan yang melibatkan banyak pihak melakukan edukasi dan sosialisasi tujuan-tujuan agar tidak ada kasus-kasus baru stunting yang terjadi, termasuk jika tidak ada rekomendasi pernikahan dibawah usia perkawinan maka jangan diberikan,” paparnya.
Dedie melihat usaha yang dilakukan secara bersama dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa mengurangi potensi-potensi masyarakat yang sakit karena kekurangan pahaman tentang pola hidup sehat. Dengan demikian harapan dan target yang ingin dicapai yaitu zero kasus stunting di Kota Bogor bisa berjalan.
Sementara, Kepala DPPKB Kota Bogor, Rakhmawati menerangkan, kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi risiko terjadinya stunting pada kelompok tertentu, mengetahui penyebabnya, menganalisa faktor risiko penyebab sebagai penanganan kasus serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan tata laksana kasus dan upaya pencegahan yang harus dilakukan.
“Kelompok tertentu maksudnya adalah mereka yang berisiko stunting agar zero stunting atau berusaha sebisa mungkin orang-orang yang diintervensi sekarang tidak menjadi stunting berikutnya,” paparnya.
Ada empat kelompok yang dilakukan audit, yaitu ibu hamil, ibu pasca melahirkan, anak usia di bawah dua tahun (baduta) dan calon pengantin (catin). “Jadi kegiatan hari ini adalah tahap ke enam, hasilnya akan dilaporkan ke provinsi untuk ditindaklanjuti di tingkat nasional,” kata Rakhmawati.
Dalam implementasi untuk mencapai tujuan pencegahan penambahan kasus stunting, selain intervensi yang dilakukan secara bersama dengan pihak terkait, juga melibatkan para pakar untuk mendampingi, seperti dokter anak, ahli gizi, ahli kandungan dan psikolog.
Dia mengharapkan kedepan tidak ada penambahan stunting baru atau menuju zero kasus stunting pada 2024. Untuk aparatur di wilayah, kondisi gizi dan kesehatannya masyarakatnya agar menjadi perhatian.
Untuk angka stunting Kota Bogor, imbuh Rakhmawati, terjadi penurunan. Saat ini secara nasional di angka 16,9 persen, namun dari bulan penimbangan balita kemarin ada penurunan di angka 3,25 persen di usia balita dari tahun sebelumnya 5,33 persen. (Hrs)