Oleh: Yayat Supriyatna
Manajer Pendidikan SIT ASy – syifa Qobu dan Praktisi Pendidikan
Konon Pendidikan di Indonesia tertinggal jauh dari negara maju, untuk mensejajarkan dengan negara maju dibutuhkan kurang lebih 128 tahun dan untuk mengejar ketertinggalan dibutuhkan 45 tahun. Dengan berpijak kepada data diatas, setidaknya kita dapat mengetahui mutu/kualitas lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Sesuai harapankah / diluar harapan / tidak diharapkan. Dibuku “Gurunya Manusia”, Munif Khatib, mengangkat data penelitian tentang kualitas pendidikan Indonesia yang dilakukan Universitas Paramadina Jakarta, edisi Mei 2004. Bahwa kualitas pendidikan di Indonesia menduduki peringkat ke empat dari bawah (peringkat 102 dari 106 negara). Dan penelitian yang dilakukan oleh Organization For Economic Co-operation and Development (OECD). Lembaga tersebut merilis urutan kualitas negara-negara di dunia. Berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan kedua paling rendah.
Kekuatan utama dalam sebuah organisasi adalah sumber daya manusia. Orang-orang yang akan dan siap menyediakan tenaga, pemikiran dan waktunya bagi keberlangsungan dan kemajuan organisasinya. Tak terkecuali Lembaga Pendidikan. Besar dan kuatnya sebuah bangsa dan negara ditentukan seberapa kuat dan besarnya lembaga pendidikan. Besar dan kuatnya sebuah lembaga pendidikan ditentukan seberapa besar jumlah guru dan sebarapa kuat kualitas guru yang dimilikinya. Seberapa kuat dan besar perhatian negara terhadap lembaga pendidikan, akan menentukan besar dan kuatnya para guru. Sebarapa besar dan kuat guru yang dimiliki akan menentukan besar dan kuatnya SDM Indonesia.
Persoalannya adalah apakah eksistensi guru kiwari “sesuai dengan harapan”, “diluar harapan” atau “tidak diharapkan”? Jika ia sesuai dengan harapan, maka kita tidak terlalu khawatir akan out-put pendidikan Indonesia dimasa depan, jika ia diluar harapan / kurang diharapkan perlu bangsa ini meratapi dan menyesali akan keberadaannya. Namun, jika ia tidak diharapkan, maka wajarlah bangsa ini mencaci maki dan mengutuknya.
Anis Baswedan, dalam pengantar buku Munif Khatib “Gurunya Manusia”, beliau mengangkat data, bahwa fakta dari Bank Dunia (Teacher Employment and Deployment in Indonesia, 2007) membuktikan bahwa terdapat sekolah kekurangan guru, yaitu 21% sekolah di perkotaan dan 37% sekolah di pedesaan. Fakta lain menunjukan bahwa 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan guru. Secara nasional, 34% sekolah di Indonesia masih kekurangan guru. Sementara data secara kualitatif dari Kementrian pendidikan nasional 2009 menunjukan bahwa terjadi ketimpangan kualitas antara propinsi di Jawa dan di luar Jawa. Yang lebih parah adalah secara rata-rata tidak ada propinsi yang mampu mencapai separuh dari nilai maksimal indeks kualitas guru.
Bicara Pendidikan akan membicarakan tiga varaibel yang tidak bisa dipisahkan (baca: guru, kurikulum, dan sarana-prasarana) dan masing masing variabel memiliki pengaruh yang cukup besar, Mana dari ketiganya yang paling berpengaruh? Sarana-prasarana memang penting dalam memberikan daya dukung bagi penyelenggaeraan Pendidikan, namun kurikulum jauh lebih penting sebagai hidangan yang akan disajikan bagi peserta didik, namun jauh yang lebih penting adalah keberadaan guru. Sarana-prasarana selengkap apapun dan kurikulum sebagus apapun jika tidak ditopang oleh guru yang berkualitas semua akan menjadi mubadzir.
Kurikulum memang penting, namun jauh lebih penting adalah metode, metode memang penting, namun jauh lebih penting adalah kehadiran guru, kehadiran guru memang sangat penting, namun jauh lebih penting kehadiran pikiran, jiwa dan hati guru yang mencintai pekerjaannya. Karena cinta akan terus menginspirasi dan memotivasi seseorang untuk memberikan yang terbaik dan akan selalu tertantang untuk memberikan kejutan dengan hal hal baru. Darimana kita selaku guru dapat mereguk energi cinta, tiada lain dari YANG MAHA CINTA. Seberapa dalam, tinggi, luas dan besar cinta kita kepada Allah, sedalam, setinggi, seluas, dan sebesar itu pula kita akan memberikan manfaat bagi mahluk – mahluk-Nya.
Sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak, dan guru penggerak menjadi program pemerintah terbaru yang kini terus dikejar untuk mengejar ketertinggalan Pendidikan kita dari negara maju. Karena jantung Pendidikan itu adalah guru dan pikiran, hati, dan jiwanya adalah ruh yang akan menggerakan perubahan, perbaikan dan kemajuan. Guru penggerak adalah guru yang memiliki visi Pendidikan jauh kedepan, melalui visinya itu terbentuk identitasnya dan terarah gerak dan langkahnya. Organisasi atau Lembaga Pendidikan hanya butuh beberapa guru penggerak yang akan memotivasi dan menginspirasi yang lainnya untuk bergerak. Kita tidak akan pernah bisa mengejar ketertinggalan kita, kalau kita tidak mulai bergerak dari sekarang, dari diri kita dan dari hal kecil yang dilakukan dengan cinta yang besar. Dan modal untuk bergerak adalah visi dan cinta.