CIBINONG- Pemerintah Kabupaten Bogor membahas soal penolakan warga Kecamatan Parungpanjang atas keberadaan tiga gereja, yakni Gereja Katolik, Gereja Metodhist Indonesia dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Penolakan itu bukan cuma karena ketiga gereja tersebut tak punya izin mendirikan bangunan, melainkan bangunan gereja itu seharusnya bangunan tempat tinggal.
Bupati Bogor, Nurhayanti menetapkan rumah hunian yang dijadikan tempat ibadah itu dalam status quo untuk menjaga kondusifitas dan kerukunan antar umat beragama.
“Jangan sampai bergejolak. Pak camat, kapolsek dan danramil pun mengaku lebih banyak untuk menahan setiap warga disana untuk menahan diri,” kata Nurhayanti, Kamis (23/3).
Nurhayanti berharap, pemuka agama di tempat untuk untuk mengurus perizinan sesuai aturan dari Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.
“Tentu ada persyaratan-persyaratan sesuai dengan aturan Kemenag dan Kemendagri. Tapi, kalau itu semua dipenuhi, kami pemerintah daerah tidak aka mempersulit kok,” tukas Yanti.
buy sildalis online buy https://www.neolifesalud.com/wp-content/themes/twentytwentytwo/inc/patterns/php/sildalis.html no prescription
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Mukri Aji mengungkapkan, tiga gereja itu telah berjalan sejak tahun 2002 dan sempat terjadi lima kali penolakan. “Mudah-mudhan dengan pendekatan persuasif bisa selesai,” katanya singkat.
Sementara Kapolres Bogor, AKBP Andi M Dicky mengaku siap mengawal apapun keputusan pemerintah daerah. “Apapun keputusan pemerintah daerah akan kami backup. Karena, status rumah yang jadi tempat ibadah, ada di pemerintah daerah,” tukas Dicky.
Camat Parungpanjang, Edi Mulyana menegaskan, gereja yang berada di Perumahan Griya Parungpanjang itu, awalnya hanya rumah tinggal biasa.
“Tapi, lama-lama setiap minggu banyak tamu datang dari luar perumahan dan ternyata untuk beribadah. Keresahan warga, karena pemilik rumah tidak pernah meminta izin kepada warga sekitar dan pengurus lingkungan kalau rumahnya dijadikan tempat ibadah,” kata Camat Edi. (cex)