Parung Panjang – Untuk menjalankan amanah Undang-Undang, tepatnya Undang-undang MD3, Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI yang juga anggota Komisi III DPR RI, Soenmandjaja, kembali menggelar acara Sosialisasi 4 Pilar MPR di Kecamatan Parung Panjang, tepatnya Desa Kabasiran pada Sabtu (09/12) yang lalu.
Acara yang dihadiri tak kurang dari 150 peserta tersebut berjalan hangat dan penuh kekeluargaan. Mengawali penjelasannya Soenmandjaja membuka paparannya dengan menyinggung masalah Negara Kesatuan Republik Indonesa. Beliau melanjutkan, “Sebelum saya memulai materi saya, adakah di antara peserta yang masih hafal Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?” Sontak para peserta terkejut, karena diberi pertanyaan mendadak dan sulit. Peserta terdiam dan saling pandang.
Kemudian Soenma melanjutkan, “Apakah ada di antara Anda-Anda semua yang masih hafal Pancasila?” Semua peserta kembali kaget, namun semuanya mengangkat tangan pertanda bahwa mereka masih hafal. Kemudian Tb. Soenmandjaja melanjutkan,” Alhamdulillah, Anda masih hafal Pancasila. Bagus. Begitulah seharusnya.” Ujar Soenmandjaja. “Saya khawatir jika ada di antara Anda yang hadir hari ini tidak hafal –mungkin lupa– dengan urutan Pancasila.” Katanya, sambil tersenyum.
Kang Suman –demikian biasa ia disapa– melanjutkan penjelasannya tentang Empat Pilar MPR RI. Kali ini beliau menyampaikan tentang poin Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada sejarah yang menarik terkait NKRI yakni tentang seorang tokoh nasional yang tak kalah hebat dengan mantan perdana menteri PDRI, Mr. Sjafrudin Prawiranegara, dia adalah M. Natsir, tokoh bangsa dari Partai Masjumi yang mempersatukan bangsa melalui Mosi Integralnya. “Mosi Integral Natsir ini hampir dilupakan. Padahal inilah yang sering disebut sebagai Proklamasi Kedua untuk menyelamatkan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, tanpa ada darah yang tumpah dan tanpa pelanggaran konstitusi,” ungkap Tb. Soenmandjaja dalam acara Sosisialisasi 4 Pilar MPR RI di Yayasan Islamic Center Madani Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor pada Sabtu (09/12) yang lalu.
M. Natsir adalah tokoh bangsa yang hebat, yang dengan kesederhanaannya tetap mampu memberikan ide-ide cemerlangnya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Ia adalah aset bangsa Indonesia yang nama besarnya bisa disejajarkan dengan dengan tokoh nasional lainnya seperti Agus Salim, Muhammad Hatta, bahkan Bung Karno. Bahkan melalui Mosi Integralnya, Muhammad Natsir lebih tepat disebut sebagai Bapak NKRI.
“Yang menjadi persoalan serius kala itu adalah terjadinya konflik horisontal di kalangan masyarakat. Penjajah Belanda tidak menginginkan Indonesia bersatu dan tumbuh menjadi negara besar,” jelas Soenman.
Di tengah kondisi tidak menentu itu, lanjut Soenman, tampillah Muhammad Natsir politisi Islam yang juga ketua Partai Masjumi. “M. Natsir menjawab kegelisahan banyak pihak, termasuk elit politik pada waktu itu dengan konsep Mosi Integralnya,” katanya.
Mosi integral adalah jawaban dari kegelisahan publik terhadap konsep RIS yang dipaksakan untuk kembali kepada bentuk Negara Kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi sesungguhnya kalau mau dicari –tanpa menafikan tokoh lain– siapakah yang paling besar jasanya mengembalikan Indonesa kepada negara kesatuan? Paling besar jasanaya dalam menjaga keutuhan dan integritas bangsa. Paling besar jasanya dalam “Sila Persatuan Indonesia”. Dialah Muhammad Natsir. “Ini lah salah satu jasa terbesar M. Natsir,” Ungkap Soenman.
“Kala itu, M. Natsir tampil menjadi seorang tokoh pemersatu bangsa, menyelamatkan Indonesia dari kehancuran dan perpecahan,” tutur Soenmandjaja.
Perjuangan Natsir, kata Soenman, adalah bukti bahwa umat Islam ngga usah diajari lagi tentang toleransi dan kebhinekaan, “umat Islam sudah khatam soal toleransi dan komitmen pada NKRI,” pungkas Soenman sebelum mengakhiri paparannya. (Na)